Kanal24 – Berbagai kepala negara menyampaikan apresiasi mereka kepada Indonesia dalam suksesnya penyelenggaraan KTT G20. Ini merupakan momen bersejarah bagi Indonesia, pasalnya menjadi tuan rumah dari forum internasional bukanlah hal yang mudah. Ditambah dengan kondisi dunia yang baru saja pulih dari pandemi dan berbagai gejolak isu global di beberapa tempat menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk menunjukan kontribusi nyata pada dunia internasional.
Aswin Ariyanto Azis, S.IP., M.DevSt., Ketua Jurusan Politik, Pemerintahan dan Hubungan Internasional (PPHI) Universitas Brawijaya juga membenarkan kesuksesan Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 dalam merangkul negara-negara anggota G20.
“Mengingat dengan berbagai tantangan global seperti, perang Rusia-Ukraina, pemulihan ekonomi akibat pandemi, rivalitas AS dengan Tiongkok, ketegangan hubungan Tiongkok dengan Australia dan Kanada, inflasi global akibat terganggunya rantai pasokan, krisis energi dan pangan, krisis iklim dan banyak tantangan lainnya. Namun demikian Indonesia berhasil menjalankan perannya sebagai penengah dan menurunkan tensi antara negara negara tersebut,” ungkap Aswin.
Dibalik kesuksesan Indonesia dalam menjadi tuan rumah KTT G20 kemarin. Beberapa pihak skeptis dan menanyakan mengenai efisiensi dari pertemuan internasional ini karena seringkali tidak menghasilkan langkah atau solusi yang konkrit. Aswin menjelaskan bahwa peran dari pertemuan internasional bukan mengenai ada hasil atau tidak melainkan lebih berfokus pada menjalin komunikasi antar negara.
“Forum G20, forum yang lebih kecil, memberikan ruang aktivitas diplomasi yang lebih luas dan personal. Walaupun misalnya tidak tercapai kesepakatan di antara pemimpin G20 pun itu bukan masalah yang utama, Kenyataannya bahwa mereka masih mau bertemu dan membuka ruang dialog bisa menjadi fondasi untuk terus menjalin komunikasi dan setidaknya tidak meningkatkan ketegangan di antara negara-negara adikuasa,” jelas Aswin kepada Kanal24.
Keberhasilan KTT G20 bukanlah satu-satunya sorotan Indonesia pada panggung internasional di saat sekarang. Pada tahun 2023 mendatang Indonesia akan memegang jabatan ketua ASEAN. Menjadi ketua organisasi regional di masa-masa sekarang merupakan hal yang tidak mudah karena dipenuhi tantangan baik dari isu regional maupun internasional. Dalam isu regional terdapat kasus ketegangan di Laut Cina Selatan, junta militer di Myanmar dan pembentukan pakta pertahanan AUKUS antara Amerika Serikat, Inggris dan Australia.
“Indonesia juga perlu memikirkan dampak diterimanya keanggotaan Timor Leste terhadap integrasi ekonomi ASEAN mengingat Timor Leste masih jauh tertinggal di bidang ekonomi dan diprediksi akan mengalami krisis anggaran belanja pemerintah dalam beberapa tahun ke depan dengan semakin menipisnya dana tabungan minyak mereka,” imbuh Aswin mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia selain isu-isu diatas.
Situasi-situasi ini tidak hanya menjadi tantangan yang besar tetapi juga dapat berubah menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia dalam peningkatan peran dan kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara, memperkuat diplomasi ekonomi dan kesehatan serta mengamankan kepentingan nasional pada pilar-pilar masyarakat ASEAN.
Indonesia sebagai negara yang menganut asas politik luar negeri bebas aktif dalam keketuaan ASEAN diharapkan mampu meminimalisir berbagai dampak dari isu-isu diatas dan mendorong kesejahteraan kawasan Asia Tenggara di berbagai bidang.
Dikutip dari website Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, persiapan keketuaan Indonesia berada di bawah koordinasi Menteri Luar Negeri dengan bersinergi dengan Menko Polhukam pada pilar politik dan keamanan, Menko Perekonomian pada pilar ekonomi, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) pada pilar sosial-budaya.(aan)