Setiap kita pasti memiliki mimpi, harapan, keinginan, cita-cita dan angan-angan. Mimpi memiliki peran penting dalam memotivasi seseorang. Dengan bermimpi maka manusia semakin bersemangat dalam menjalani hidup, bahkan jika seseorang hidup tanpa mimpi, maka hal itu akan membuat diri seseorang menjadi pesimis dan daya tahan hidupnya menjadi lemah.
Bermula dari mimpilah yang akan menggerakkan sebuah tindakan. Mimpi menjadi landasan motivasi seseorang untuk mewujudkan suatu realitas tindakan. Bagaimana tindakan seseorang saat ini, sebenarnya dipengaruhi oleh mimpinya. Pentingnya persoalan mimpi, cita-cita, keinginan ini hingga menjadi perhatian serius dari Rasulullah saw. Suatu ketika Rasulullah pernah menyampaikan di hadapan para sahabatnya :
خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا وَخَطَّ خَطًّا فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ وَقَالَ هَذَا الْإِنْسَانُ وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuat suatu garis persegi empat, dan menggaris tengah dipersegi empat tersebut, dan satu garis di luar garis segi empat tersebut, serta membuat beberapa garis kecil pada sisi garis tengah dari tengah garis tersebut. Lalu beliau bersabda: ‘Ini adalah manusia dan ini adalah ajalnya yang telah mengitarinya atau yang mengelilinginya dan yang di luar ini adalah cita-citanya, sementara garis-garis kecil ini adalah rintangan-rintangannya, jika ia berbuat salah, maka ia akan terkena garis ini, jika berbuat salah lagi maka garis ini akan mengenainya.'” (HR. Bukhari : 5938)
Dalam dunia nyata, mimpi orang terjaga bukanlah hanya sekedar bermakna angan-angan, namun suatu dorongan niat seseorang untuk mewujudkan suatu harapan tertentu, suatu motivasi yang muncul dari dalam diri karena faktor pembanding dari luar. Motivasi intrinsik inilah yang akan memberikan energi bagi seseorang untuk menjadikan sesuatu sebagai sebuah kenyataan, baik berupa tindakan, perbuatan, ataupun wujud pencapaian sesuatu yang tampak (tangible). Dalam bahasa agama inilah yang disebut dengan Niat.
Bagi seorang muslim haruslah menyadari bahwa niatan awal atau motivasi utama dari seluruh aktivitas dirinya haruslah berujung pada pencapaian misi utama penciptaan yaitu beribadah kepada Allah sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat Quran surat Az-Zariyat ayat 56, :
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Artinya mimpi-mimpi kita (baca : niat) haruslah dalam bingkai untuk beribadah, tunduk mengabdi kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu seluruh harapan impian kita agar impian-impian kita tetap terarah pada satu tujuan utama bukan menjauh dari titik tujuan itu. Dalam buku Nahj al-Balaghah, yang disusun oleh Asy-Syarîf ar-Radhiy, Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata,
عن أمير المؤمنين علي ابن أبي طالب أنه قال «إن قوما عبدوا الله رغبة فتلك عبادة التجار وإن قوما عبدوا الله رهبة فتلك عبادة العبيد وإن قوما عبدوا الله شكرا فتلك عبادة الأحرار».
“Ada orang yang beribadah kepada Allah karena ingin sesuatu, itu adalah cara ibadahnya pedagang. Ada orang yang beribadah kepada Allah karena takut, itu cara ibadahnya budak atau hamba sahaya. Ada pula orang yang beribadah kepada Allah karena rasa syukur, itulah cara ibadahnya orang-orang yang merdeka.”
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib tersebut, pada orang yang terjaga memiliki beragam mimpi yang mereka rangkai dalam bingkai pencapaian tujuan penciptaan itu. Namun sekalipun demikian dalam realitasnya masih ada saja orang-orang yang membangun mimpinya melenceng jauh dari maksud tujuan penciptaan.
Setidaknya ada ada 3 level kategori seseorang dalam membangun mimpi-mimpinya (niat) antara lain: Pertama, mimpi orang awam. Dalam pikiran, benak dan niatan pada orang di level pertama ini bahwa segala apapun yang dilakukannya didasarkan atas niatan yang berorientasi semata hanya pada dunia. Yaitu untuk memenuhi berbagai kepentingan dan kebutuhan duniawiyah. Baik berupa pemenuhan kebutuhan fisik ataupun psikisnya. Semisal harta, kekuasaan, jabatan, wanita dan sejumlah materi tertentu. Sekiranya ada niatan ibadah maka hal itu hanyalah sedikit saja.
Kedua, mimpi orang khusus. Pada kelompok level ini, mimpi-mimpinya dan goresan niatannya dalam melakukan sesuatu amal (ibadah) adalah sejauh mana kemampuan dirinya dalam menghasilkan prestasi dam karya yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Pikirannya dipenuhi oleh motivasi karya dan prestasi yang dapat dinikmati oleh orang lain dan memberikan kemanfaatan.
Ketiga, mimpi orang super spesial. Yaitu orang yang mimpi-mimpinya, niatan-niatan amalnya ditujukan semata ibadah dan ketundukan kepada Allah SWT, yang semuanya itu dilakukannya sebagai wujud syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan atas dirinya, sehingga pada kelompok orang ini dalam melakukan amal dilakukan dengan penuh bahagia, tanpa paksaan dan tanpa beban, semua dilakukannya dengan ikhlas serta hanya berharap ridho dari Allah SWT semata.
Dari ketiga macam level kategori orang yang merajut mimpi dan membangun niat sebagaimana tersebut diatas, kira-kira posisi diri kita ada di level yang mana? Terlebih di saat ada perintah Allah SWT, apakah dalam bentuk shalat, puasa, sedekah, berqurban dan lain sebagainya, bagaimana respon kita? Apakah kita memenuhi panggilanNya dengan sepenuh hati, bahagia, tanpa beban ataukah berat dan terpaksa? Jawaban jujur dalam diri kita menentukan level derajat kita.
Semoga Allah SWT selalu memberikan bimbingan pada diri kita dan membukakan hati untuk ringan memenuhi setiap perintahNya. Semoga Allah SWT meridhoi diri kita. Aamiiin….
KH. Akhmad Muwafik Saleh, dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir al Afkar