KANAL24, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak lembaga perbankan yang tidak mampu berkompetisi dalam dinamika dan tantangan global untuk segera melakukan konsolidasi, sehingga industri perbankan nasional bisa semakin kuat dengan struktur permodalan yang lebih besar.
“Bagi bank-bank yang merasa belum bisa bersaing untuk mengatasi berbagai dinamika dan tantangan global, tentunya konsolidasi menjadi salah satu pilihan yang harus segera dilakukan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana dalam diskusi virtual “Infobank: Konsolidasi dan Peran Pemilik Bank dalam Menghadapi Era VUCA ” di Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Heru mengungkapkan, sejauh ini perubahan ekosistem sektor keuangan yang didorong aktivitas digitalisasi telah menimbulkan disrupsi, serta isu ekonomi maupun kesehatan juga telah memicu peningkatan volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity ( VUCA ).
Lebih lanjut dia menyebutkan, konsolidasi perbankan diyakini mampu memperkuat struktur permodalan, sehingga bank akan menjadi lebih berdaya tahan di tengah persaingan industri yang semakin ketat di tingkat global. “Dengan konsolidasi, maka modalnya menjadi lebih gede dan size-nya menjadi lebih besar,” imbuh Heru.
Heru menyatakan, lahirnya PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) sebagai hasil merger tiga bank syariah BUMN pada 1 Februari 2021 menjadi bukti konkret bahwa konsolidasi mampu menciptakan sebuah bank yang lebih kuat dan kompetitif.
“Konsolidasi perbankan akan melahirkan bank yang mampu menghadapi tantangan dan tuntutan inovasi produk maupun layanan berbasis teknologi,” tegasnya.
Konsolidasi juga akan merampingkan jumlah bank yang saat ini sebanyak 109 bank. Per akhir Januari 2021, bank BUKU 4 sebanyak delapan bank, BUKU 3 sebanyak 29 bank, BUKU 2 sebanyak 71 bank dan BUKU 1 tersisa satu bank.
“Sekarang sudah tidak ada lagi bank BUKU 1,” ucap Heru.
Terkait dengan peran pemilik bank, menurut Heru, komitmen dan kekuatan keuangan Pemegang Saham Pengendali (PSP) akan menentukan sustainabilitas dari kinerja bank. “Pemilik bank juga harus memiliki komitmen untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan, apabila menghadapi kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Peran pemilik bank, paling tidak tambah modal, karena bank itu industri yang pada modal,” papar Heru.
Heru mengatakan, action plan yang harus dilakukan bank untuk memenuhi Modal Inti Minimum (MIM) Rp2 triliun di 2021, bisa melakukan penguatan modal melalui rights issue yang diikuti dengan strategi going concern yang tepat. “Sehingga, dana publik bisa memberi nilai tambah dan jangan sampai dana itu hanya dipakai untuk memenuhi ketentuan permodalan,” katanya.
Selain melakukan rights issue, lanjut Heru, bankir juga bisa berupaya untuk mencari investor strategis dengan skema akuisisi, termasuk upaya diakuisisi oleh grup bank besar.(sdk)