Kanal24, Malang – Sebagai bentuk dukungan terhadap jalannya pemilihan kepala daerah 2024 yang akan segera terlaksana, Universitas Brawijaya menghadirkan kegiatan Bincang dan Obrolan Santai (BONSAI) untuk membahas tema dalam konteks politik lokal, yaitu “Karakter Pemilih pada Pilkada Kota Malang”. Kamis (12/09/2024).
Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA, Ketua tim peneliti perilaku pemilih di era digital, menjelaskan bahwa pada Pilkada 2024 di Kota Malang memiliki sejumlah karakteristik pemilih yang memiliki dampak besar dalam menentukan siapa pemenang pada kontestasi Pilkada 2024 Kota Malang.
Kota Malang memiliki karakteristik masyarakat yang sangat kompleks dan heterogen. Hal ini menjadi salah satu perhatian utama dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), karena calon pemimpin harus memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk mengelola kota ini.
Namun secara garis besar Andhyka menerangkan bahwa karakteristik pemilih di Kota Malang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pemilih tradisional yang cenderung memilih berdasar loyalitas terhadap salah satu partai politik atau calon, dan pemilih rasional yang merupakan pemilih yang lebih mengedepankan pertimbangan matang dalam menentukan pilihan.
“Jika beberapa tahun lalu mayoritas pemilih tradisional masih mendominasi, kini situasinya telah berubah. Seperti perubahan dari piramida menjadi balok, dimana komposisi pemilih rasional dan tradisional kini telah seimbang, yaitu 50:50,” ujarnya.
Edukasi yang lebih masif serta akses informasi yang lebih mudah melalui platform digital telah membantu masyarakat menjadi lebih rasional dalam menentukan pilihan politik mereka. Pemilih rasional tidak lagi merupakan segelintir elit di puncak piramida, melainkan telah menyebar di kalangan masyarakat luas. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kini lebih teredukasi dan siap berpartisipasi dalam politik dengan lebih kritis.
Andhyka melanjutkan, bahwa politik uang juga masih menjadi fenomena yang mempengaruhi preferensi pemilih. Ia menekankan bahwa masyarakat tidak boleh mudah tergiur oleh praktik politik uang (money politic) yang kerap muncul menjelang pemilihan. “Masyarakat jangan sampai dengan mudah dimobilisasi untuk memilih salah satu calon,” tegas pengamat politik dari Universitas Brawijaya (UB) ini.
Ia berpesan, bahwa sebagai pemilih masyarakat harus lebih kritis dalam memilih siapa calon pemimpin yang akan dijadikan pilihan. menurutnya , penting untuk menggali lebih dalam mengenai track record setiap calon, bukan hanya berdasarkan janji-janji dalam kampanyenya. Di era saat ini, pemilih harus berpartisipasi secara aktif dan rasional dalam proses politik.
Menurut Andhyka, saat ini kita sudah berada di era dimana pemilih semakin cerdas dan tidak lagi mudah terpengaruh oleh janji-janji kosong. Masyarakat, khususnya di Kota Malang, semakin memahami bahwa peran mereka sangat penting dalam menentukan masa depan kota mereka, dan oleh karena itu, harus memilih dengan bijak.
“Saya berpesan bahwa partai politik ini bukan hanya menjadi kendaraan lima tahunan. Saya harap partai politik dapat menjadi wadah aspirasi bagi masyarakat dan juga menjadi wadah untuk menyeleksi calon-calon, baik legislatif maupun calon pemimpin daerah,” terangnya.
Pengendalian politik di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih sangat dominan. Menurut Andhyka, jika proses politik dapat berjalan dengan baik, maka masyarakat juga akan mendapatkan pemimpin yang baik. Namun, apabila sejak awal sudah ada unsur transaksional dalam pemilihan, maka kedepannya akan sangat sulit untuk memperbaiki sistem pemerintahan. Inilah sebabnya, pemilih harus sangat berhati-hati dalam menggunakan hak suaranya. (fan)