KANAL24, Malang – Fokus utama yang harus diperhatikan Pemerintah saat ini adalah bagaimana menangani permasalahan kesehatan di tengah keterbatasan saat pandemi Covid-19 ini. Pernyataan ini disampaikan oleh para pakar dari UB dalam diskusi daring IKA UB.
Salah satunya Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Prof. Chandra Fajri saat diskusi daring Stimulus Fiskal dan Proteksi Sosial, rabu (15/4/2020).
“Sebagus apapun kebijakan ekonomi yang didesain, jika SDMnya hilang, maka hasilnya nol. Intinya, pengelolaan kesehatan saat ini menjadi hal utama yang harus dijalankan Pemerintah,” katanya.
Staf khusus Menteri Keuangan RI tersebut menawarkan beberapa pilihan kebijakan yang bisa dijalankan Pemerintah dalam jangka pendek dan setelah pandemi berakhir. Kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan adalah berfokus pada bisang kesehatan, Jaring Pengaman Sosial (JPS), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sedangkan untuk kebijakan setelah pandemi berfokus pada bagaimana penguatan daya beli dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan.
Kemudian, yang kedua adalah reformasi di seluruh sektor. Pandemi ini mengajarkan banyak hal salah satunya adalah pembuatan kebijakan yang bisa dilakukan dengan efisien bahkan kerja dari rumah bisa menghasilkan PERPU.
Ketua Umum Ikatan Alumni UB (IKA UB), Prof. Ahmad Erani Yustika pada diskusi daring tersebut juga memberikan pandangannya. Pemerintah harus bisa bergerak cepat menjalankan semua desain kebijakannya.
.jpg)
Program-program tersebut harus bisa disinergikan dengan paket stimulus Pemerintah. Paket stimulus Pemerintah terdiri dari bidang kesehatan Rp 75 Triliun, perlindungan sosial Rp 110 Triliun, industri Rp 70 Triliun dan pemulihan ekonomi Rp 150 Triliun.
Bidang kesehatan juga ditanggapi oleh Ekonom INDEF itu, menurutnya bidang kesehatan harus menjadi perhatian utama Pemerintah.
“Indonesia harus memiliki kedaulatan di bidang farmasi, sehingga bisa mencukupi kebutuhan terhadap obat-obatan dalam Negeri. Bahkan jika perlu, Indonesia bisa menciptakan Vaksin Covid-19 sendiri,” jelas Erani.
Sementara itu, Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, Prof.Devanto Shasta Pratomo menjelaskan bahwa Pemerintah sudah berada di posisi yang benar ketika mengeluarkan kebijakan tentang kartu pra kerja saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia saat ini. Upaya ini dilakukan dalam rangka penyelamatan pengangguran akibat Covid-19 yang menyebabkan 1,5 juta pekerja di rumahkan dan di PHK.
Menurut Devanto, sebuah industri hanya mampu bertahan hingga bulan Juni karena pandemi yang semakin meluas ditambah dengan kebijakan physical distancing. Sektor yang paling rentan melakukan PHK adalah industri tekstil.
“Saat ini Pemerintah dengan kebijakan Kartu Pra Kerjanya sedang dalam upaya menyelamatkan pengangguran. Kartu Pra Kerja ini untuk meningkatkan keterampilan penganggur dan ini belum banyak diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia. Hal yang paling penting diperhatikan adalah sasaran kebijakan ini harus tepat, ketika kartu ini diberikan kepada individu, maka subsidi upah diberikan ke perusahaannya,” pungkas Guru Besar FEB UB itu.(meg)