Setyo Widagdo
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UB – [email protected]
Hampir satu tahun yang lalu, tepatnya tanggal 24 Oktober 2024, saya menulis opini di media ini dengan judul : Relevansi Solusi Dua Negara Dalam Penyelesaian Konflik Palestina dan Israel.
Dalam opini saya tersebut saya berpendapat bahwa walaupun dalam perspektif hukum internasional solusi dua negara itu merupakan langkah yang paling mungkin, namun hambatan, tantangan dan kesulitannya tinggi.
Dalam sidang KTT di Majelis Umum PBB di New York, 22 September (23 September di Indonesia) kemarin, Palestina banjir dukungan dan pengakuan kedaulatan, artinya pengakuan atas kemerdekaan dari berbagai negara, termasuk dari negara-negara yang selama ini mendukung Israel. Ibaratnya dalam sidang umum di Majelis Umum PBB kemarin itu dunia telah “mengakui” kedaulatan Palestina.
Persoalannya What’s Next ? apa selanjutnya setelah merdeka ? Akankah pengakuan kedaulatan itu akan diikuti oleh Amerika dan Israel ? kemudian akankah diikuti dengan proses perdamaian antara Palestina dan Israel ? dst…dst…
Nampaknya masih banyak yang harus diselesaikan dan ditindak lanjuti oleh masyarakat internasional, setelah negara-negara melakukan pengakuan kedaulatan. Proses menuju perdamaian harus dikawal dan diawasi. Tidak mungkin Palestina di lepas sendirian menghadapi Israel dan Amerika. Jalan masih panjang dan berliku.
Untuk sementara kita lega dan bersyukur bahwa satu tahap sudah selesai, yaitu kemerdekaan. Setidaknya jumlah pendukung sekarang jauh lebih banyak. Namun, kemerdekaan ini tidak akan ada artinya jika Israel masih menggempur Gaza dan bernafsu membumi ratakan Gaza dengan jumlah korban mati yang terus bertambah, terutama anak-anak dan perempuan.
Masyarakat internasional sebenarnya sudah muak dan marah dengan kebiadaban Zionis Israel yang telah melakukan pelanggaran HAM berat, bahkan melakukan genosida terhadap warga Gaza.
Setelah pengakuan kedaulatan oleh banyak negara, Palestina selanjutnya menunggu penyelesaian konflik yang adil dan bermartabat. Salah satu yang sudah dirancang dalam Deklarasi New York (baca tulisan saya di media ini 18 September 2025) adalah mengenai solusi dua negara.
Selama lebih dari tujuh dekade, dunia telah menyaksikan berbagai upaya yang bertujuan untuk mengakhiri konflik ini, dengan banyaknya inisiatif yang berfokus pada solusi dua negara. Solusi ini mengusulkan pembentukan dua negara yang merdeka, yaitu Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan dalam kedamaian. Namun, meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai, tantangan untuk mewujudkan solusi ini masih besar. Tulisan ini akan mengupas lebih dalam tentang konsep solusi dua negara setelah kemerdekaan Palestina serta tantangan dan peluang yang ada di depan.
Apa Itu Konsep Solusi Dua Negara?
Solusi dua negara adalah pendekatan yang menawarkan pembentukan dua negara merdeka yang berdampingan: negara Israel dan negara Palestina. Dalam kerangka ini, Israel akan tetap mempertahankan eksistensinya sebagai negara Yahudi yang diakui secara internasional, sementara Palestina akan menjadi negara merdeka di wilayah yang sekarang diduduki oleh Israel, termasuk Tepi Barat dan Gaza.
Konsep ini pertama kali diusulkan secara resmi dalam Resolusi PBB No 181 pada tahun 1947, yang menyerukan pembagian wilayah Palestina untuk membentuk dua negara, dengan Yerusalem sebagai zona internasional. Sejak itu, meskipun ada banyak perubahan politik, solusi dua negara tetap menjadi landasan bagi hampir semua pembicaraan perdamaian yang melibatkan Palestina dan Israel.
Kemerdekaan Palestina adalah salah satu syarat utama untuk penerapan solusi dua negara. Namun, meskipun Palestina telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1988 dan diakui oleh banyak negara, Palestina belum sepenuhnya merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Wilayah Palestina saat ini terpecah menjadi dua bagian utama: Tepi Barat yang dikelola oleh Otoritas Palestina (PA), dan Gaza yang dikuasai oleh Hamas.
Dalam sidang Majelis Umum 2025 kemarin, kemerdekaan yang sudah dideklarasikan oleh Palestina tahun 1988 itu mendapatkan pengakuan oleh mayoritas negara anggota PBB. Tercatat 145 negara telah mengakui kedaulatan Palestina.Persoalannya adalah kepada pertanyaan apakah kemerdekaan itu bersifat hakiki, ataukah semu ? Tentu ini bergantung bagaimana masyarakat internasional untuk benar-benar mengawal dan menjaga kemerdekaan itu sendiri, termasuk mengawal proses penyelesaian konflik, hingga perdamaian benar-benar terwujud.
Penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel serta perdamaian di Timur Tengah pada umumnya akan mengalami berbagai tantangan dan hambatan.
Tantangan dan hambatan atas penyelesaian konflik
Beberapa tantangan dan hambatan atas penyelesaian konflik dapat diidentifikasi sebagai berikut :
- Status Yerusalem
Salah satu isu paling kontroversial dalam solusi dua negara adalah status Yerusalem. Bagi umat Islam dan Kristen, Yerusalem adalah kota suci yang sangat penting, dan bagi bangsa Yahudi, Yerusalem adalah ibu kota yang diakui. Israel telah mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota abadi mereka, sementara Palestina juga menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka. Persoalan ini menjadi salah satu penghalang terbesar dalam mencapai kesepakatan yang langgeng.
- Pemukiman Israel di Tepi Barat
Israel terus memperluas pemukiman-pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat, yang secara langsung menghalangi pembentukan negara Palestina yang terhubung secara geografis. Pemukiman ini sering kali mengarah pada pengusiran warga Palestina dan pembatasan akses mereka terhadap tanah dan sumber daya alam yang penting. Hal ini semakin memperburuk ketegangan dan memperburuk proses perdamaian.
- Keamanan Israel
Israel sangat khawatir akan keamanannya pasca pembentukan negara Palestina, mengingat adanya kelompok-kelompok radikal yang dapat mengancam stabilitas negara Israel. Masalah ini menciptakan ketegangan dalam perundingan, karena Israel ingin memastikan bahwa negara Palestina yang baru tidak akan menjadi ancaman bagi keselamatannya. Karenanya Hamas harus dilucuti senjatanya.
- Konsolidasi Kepemimpinan Palestina
Ketidakpastian politik di Palestina, yang tercermin dalam perpecahan antara Hamas dan Fatah, membuat sulit untuk mewakili suara rakyat Palestina secara menyeluruh. Tanpa kepemimpinan yang bersatu dan terorganisir, upaya untuk mendirikan negara Palestina yang stabil dan dapat diandalkan menjadi tantangan tersendiri
Peluang dan Solusi Ke Depan
Meskipun tantangan besar masih menghalangi tercapainya solusi dua negara, ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengarah pada perdamaian yang berkelanjutan:
- Peningkatan Diplomasi Internasional
Masyarakat internasional, termasuk negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara Arab, harus terus mendesak kedua belah pihak untuk kembali ke meja perundingan. Diplomasi multilateral dan penekanannya terhadap hak-hak manusia dapat membantu mempercepat tercapainya kesepakatan yang lebih adil dan berkelanjutan.
- Konsolidasi Kepemimpinan Palestina
Salah satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah persatuan antara faksi-faksi Palestina. Mengatasi perpecahan internal ini sangat penting untuk memperkuat posisi Palestina dalam negosiasi dan memastikan bahwa negara Palestina yang baru dapat berfungsi dengan baik.
- Pembangunan Ekonomi Palestina
Mendukung pembangunan ekonomi Palestina melalui bantuan internasional dapat membantu menciptakan stabilitas jangka panjang dan menciptakan kondisi yang lebih baik bagi kehidupan sehari-hari rakyat Palestina. Pembangunan ini dapat mencakup sektor-sektor seperti pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan, yang akan memperkuat kapasitas negara Palestina yang baru.
- Peran Masyarakat Sipil dan Pertukaran Budaya
Pertukaran budaya dan inisiatif masyarakat sipil dapat membantu membangun rasa saling pengertian dan kepercayaan antara Israel dan Palestina. Langkah ini dapat memperkecil kesenjangan emosional yang ada antara kedua pihak dan membangun fondasi yang lebih kuat untuk perdamaian.
Dari kesemua tantangan yang ada, tantangan yang paling besar adalah belum bersedianya kedua negara saling mengakui eksistensi masing-masing. AS dan Israel boro-boro mengakui Palestina, tetapi malah mengatakan Deklarasi New York adalah hadiah bagi terroris Hamas.
Kengototan Israel untuk mewujudkan Israel Raya dan kecurigaan tinggi terhadap Hamas, menurut saya menjadi penghalang utama dalam proses penyelesaian konflik.
Kita hanya bisa menunggu dinamika geo politik Timur Tengah ke depan seperti apa, benar benar terwujud perdamaian atau sebaliknya ? wallahu alam bi shawab.
Kesimpulan
Solusi dua negara tetap menjadi satu-satunya jalan yang realistis untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di wilayah Palestina dan Israel. Meskipun tantangan yang ada sangat besar, dengan dukungan dari masyarakat internasional dan komitmen kuat dari kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang adil, masih ada harapan untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka dan damai. Kunci dari pencapaian ini adalah dialog yang terbuka, kompromi yang konstruktif, dan pengakuan atas hak-hak dasar semua pihak yang terlibat.(*)