Kanal24 – “Adolescence,” drama terbaru Netflix, memberikan cermin tajam tentang tantangan parenting di era digital. Dengan narasi yang menyentuh dan penuh emosi, film ini menggali bagaimana budaya online sangat beresiko dan dapat menghancurkan kehidupan remaja dan keluarga mereka.
Di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, orang tua sering kali dihadapkan pada dilema besar: bagaimana melindungi anak-anak mereka dari pengaruh buruk dunia maya tanpa terlihat terlalu mengontrol atau membatasi kebebasan mereka? Film “Adolescence” mengangkat isu ini dengan mengisahkan perjalanan Jamie, seorang remaja yang terjebak dalam jaringan misogini dan kekerasan verbal di komunitas online yang dikenal sebagai “manosphere.”
Kisah Jamie: Realitas yang Mengguncang
“Adolescence” bercerita tentang Jamie, seorang remaja introver yang mencari pengakuan di tengah lingkungan sosial yang penuh tekanan. Dalam usahanya untuk menemukan identitas, ia terjebak dalam grup daring yang mempromosikan pandangan misoginis dan perilaku agresif. Seiring waktu, pengaruh buruk komunitas ini mulai merusak hubungan Jamie dengan keluarganya, terutama ayahnya, yang diperankan dengan apik oleh Stephen Graham.
Narasi ini tidak hanya menggambarkan sisi gelap budaya online, tetapi juga menunjukkan betapa rentannya remaja ketika merasa terisolasi dan kesepian. Film ini menyoroti bagaimana komunitas seperti “manosphere” menawarkan ilusi solidaritas, tetapi pada akhirnya menciptakan lingkaran kekerasan dan kebencian yang sulit diputus.
Kritik Sosial dalam Visual dan Narasi
Dibuat oleh Jack Thorne, “Adolescence” berhasil menyampaikan pesan sosial yang kuat melalui cerita yang padat dan teknik sinematografi yang intens. Salah satu keunggulan film ini adalah penggunaan pengambilan gambar panjang yang memberikan kedalaman emosional dan membuat penonton merasa seperti menjadi bagian dari konflik yang dihadapi Jamie.
Thorne tidak hanya berfokus pada bahaya budaya online, tetapi juga menggambarkan dinamika keluarga yang kompleks. Hubungan Jamie dengan ayahnya menjadi salah satu titik emosional film ini. Sang ayah, yang merasa kehilangan kendali atas anaknya, berjuang untuk memahami dan membantu Jamie keluar dari jeratan dunia maya yang berbahaya.
Tantangan yang Diangkat
“Adolescence” secara cerdas mengangkat sejumlah tantangan penting yang relevan dengan era digital saat ini. Salah satunya adalah pengaruh media sosial terhadap remaja. Film ini menggambarkan bagaimana platform online bisa menjadi lahan subur bagi ideologi berbahaya, terutama bagi mereka yang merasa kurang mendapatkan dukungan sosial di dunia nyata. Hal ini mengingatkan kita bahwa media sosial sering kali menjadi pengganti hubungan yang lebih bermakna, tetapi sekaligus membawa risiko besar.
Tantangan lain yang disorot adalah kesulitan yang dihadapi orang tua dalam mengasuh anak di era digital. Orang tua dihadapkan pada dilema antara memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka dan melindungi mereka dari risiko dunia maya. Film ini secara tajam memperlihatkan bagaimana kurangnya pemahaman dan komunikasi antara orang tua dan anak dapat memperburuk situasi, menciptakan jarak emosional yang justru mempermudah remaja terjebak dalam pengaruh buruk dunia online.
Selain itu, “Adolescence” menekankan pentingnya koneksi di dunia nyata. Interaksi positif dengan keluarga dan lingkungan sekitar menjadi faktor kunci dalam melindungi remaja dari budaya online yang beracun. Film ini memberikan pesan bahwa keterlibatan aktif dan dukungan emosional dari keluarga dapat menjadi solusi dalam mengatasi tantangan ini, meskipun tidak mudah untuk dilakukan di tengah tekanan modernitas.
Respon Penonton dan Kritikus
Sejak dirilis, “Adolescence” telah memicu diskusi luas di kalangan penonton dan kritikus. Banyak yang memuji film ini karena keberaniannya mengangkat isu yang jarang dibahas dalam konteks budaya online. Penampilan Stephen Graham sebagai ayah Jamie juga mendapat banyak pujian karena mampu menyampaikan emosi yang mendalam dan autentik.
Namun, ada juga kritik bahwa film ini terlalu menyederhanakan masalah dengan menyalahkan media sosial sebagai satu-satunya faktor. Beberapa kritikus berpendapat bahwa isu seperti misogini dan kekerasan harus dilihat dari perspektif yang lebih luas, termasuk faktor sosial dan budaya lainnya.
Refleksi untuk Orang Tua
“Adolescence” bukan hanya sebuah hiburan, tetapi juga sebuah panggilan bagi orang tua untuk lebih peka terhadap dunia anak-anak mereka. Film ini mengingatkan bahwa komunikasi yang terbuka dan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak adalah fondasi yang penting dalam melindungi mereka dari pengaruh buruk dunia maya.
Dalam era di mana dunia online memiliki kekuatan besar untuk membentuk perilaku dan pandangan hidup, “Adolescence” hadir sebagai pengingat akan pentingnya membangun hubungan yang kuat dalam keluarga. Dengan visual yang mengesankan dan cerita yang relevan, film ini berhasil mengangkat isu yang tidak hanya penting, tetapi juga mendesak untuk dipahami. Sebuah karya yang layak ditonton, baik oleh remaja maupun orang tua, untuk bersama-sama merenungkan tantangan era digital ini.(din)