KANAL24, Malang – Pemerintah Indonesia pada saat ini bersiap mengajukan 2 Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kedua RUU termasuk dikategorikan sebagai Omnibus Law yang menurut Audrey O Brien yaitu suatu rancangan undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Menyikapi hal tersebut, Fakultas Hukum UB melaksanakan kuliah umum “Omnibus Law dan Masa Depan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia” (29/1/2020) dengan mengundang seorang pakar konstruksi Omnibus Law, Prof. Patrick Keyzer dari Law School La Trobe University Victoria Australia.
Menurut Patrick, jika ditarik dalam konteks Indonesia adalah bahwa omnibus law menjadi problematik karena sangat sulit untuk disusun, membatasi kesempatan untuk mendebat dan mengawasi, menyulitkan proses konsultasi, pelaksanannya juga semakin sulit dan semakin menambah kompleksitas dari sebuah hukum itu sendiri.
“Kalau banyak aturan yang akan dijadikan satu rancangan baru semestinya prosesnya memerlukan waktu yang lama tapi kenyataanya tidak, hanya memerlukan beberapa bulan sudah jadi RUU ini. Didalam pembentukan peraturan perundang-undangan ada persiapan penyusunan secara akademik, kalau cepat seperti ini apakah kemudian merepresentasikan kepentingan dari setiap kelompok, hal ini juga masih dipertanyakan,” jelas Patrick
Di Pertengahan Desember, Presiden Jokowi saat menjadi pembicara pada Musrenbangnas (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional) 2020-2024 mengatakan bahwa salah satu UU omnibus akan mencakup 11 aspek, yaitu perizinan bisnis yang disederhanakan, kriteria investasi, perlindungan buruh dan pemberdayaan UMKM, kemudahan berbisnis, pendanaan penelitian dan inovasi, pemerintahan, sanksi, pengadaan tanah, proyek investasi public dan zona ekonomi.
Patrick juga menyoroti cukup luas dan beragam topik yang akan dicover dalam omnibus law ini, yang mana hal tersebut memperlihatkan bahwa Pemerintah ingin terus memperbaiki kondisi bisnis di Indonesia.
“Dalam proses pembentukan peraturan perundangan diketahui bahwa ada 5 tahapan, mulai dari persiapan masuk di prolegnas terlebih dahulu satu tahun sebelumnya kemudian di tahun berikutnya mulai dilakukan pembahasan. Semakin banyak topik yang dibahas, mestinya memerlukan waktu yang lama. Selain itu, didalam proses research seharusnya ada diskusi, FGD, dsb dengan menghadirkan semua stakeholder. Mereka (stakeholder) diberikan kesempatan untuk bersuara dan memberikan aspirasi untuk memastikan bahwa ini untuk kepenting rakyat bukan untuk kepentingan yang lain,” tandasnya. (meg)