KANAL24, Malang – Problematika laut adalah problematika planet kita. Demikian ungkapan yang disampaikan oleh Andi Kurniawan, D. Sc dalam Dialog Publik Sail To Campus Melihat Laut Indonesia 2019-2024 di Universitas Brawijaya (13/11/2019). Acara ini merupakan kerja sama antara Yayasan EcoNusa dan Gerakan Pandu Laut Nusantara dengan Pusat Studi Pesisir dan Kelautan (PSPK) Universitas Brawijaya.
“Saya melihat problematika laut baik potensi ataupun masalah itu masalah yang hanya dipandang dari luar rumah kita, sehingga orang tidak aware tidak doing something, hanya selesai di media social, bikin caption, dsb. Perlu digaris bawahi, permasalahan di laut itu permasalahan kita apa yang terjadi di laut itu akan berdampak di kita. Peduli ke laut adalah proses kita take care future dan anak cucu kita,” paparnya.
Secara konsep, menurut dosen FPIK UB itu Brawijaya sudah sadar ini. Di rencana induk penelitian, pengabdian, dan pelestarian laut itu sudah menjadi konsep utama, bahkan dulu ada program green campus dibawah WR 4. UB menjadikan pelestarian lingkungan termasuk laut sebagai prioritas dan ada program yang langsung didukung sama rektor, contohynya car free day atau dulu ada lomba desain kotak sampah. Sebagai Perguruan Tinggi yang centre of culture, UB harus menjadi tempat kesadaran itu ditumbuhkan, yang perlu ditambahkan adalah perspektif tentang laut harus sudah global, itu salah satu komitmen UB untuk menjadi world class university.
Menurut ilmiah, Andi menjelaskan paradigma pembangunan itu ekosistem based management, artinya planet bumi sudah menjadi satu ekosistem. Apa yang terjadi di salah satu bagian yang terjadi di ekosistem ini tidak bisa dilepaskan dari bagian ekosistem yang ada. Contohnya, laut mungkin jaraknya jauh dari UB, tidak berhubungan langsung. Padahal kondisi ekosistem dilihat dari kajian ilmiah tidak mengatakan seperti itu. Dari kenaikan dan intrusi air laut, kemudian penurunan penyerapan karbon oleh laut karena laut semakin tercemar, sampai ke ikan yang kita makan yang banyak tercemar logam berat dan mikro plastic itu hasil dari kegiatan kita di gunung atau daratan. Perlu disadari adalah planet ini harus dipandang menjadi satu ekosistem.
“Kenapa Eropa dan Amerika mau memberikan kompensasi lingkungan ke kita, supaya Indonesia menjaga hutan dan lautnya. Karena mereka sadar apa yang terjadi di Indonesia akan berakibat ke mereka. Nah, sekarang kesadaran ini ditumbuhkan ke semua bahwa walaupun jarak laut jauh dengan tempat tinggal akan berinteraksi dan berkenaan langsung terhadap hidup kita. Apapun yang kita lakukan tidak bisa lepas dari laut, kerusakan yang kita lakukan akan berakibat pada laut, dan kerusakan laut akan pasti memukul balik kita, secara scientific itu faktanya,” tambahnya.
Andi berharap dengan adanya Sail To Campus bisa mengetuk semua pihak bahwa persoalan laut bukan persoalan mata kuliah dan bukan untuk orang-orang tua. Sehingga, saat ingin melindungi hidup, kita juga take care laut dan itu tidak perlu penelitian yang menghabiskan ratusan juta untuk ke laut, itu keren tapi dengan membawa tumbler, kemudian menularkan kesadaran ini itu akan memberikan dampak yang nyata terhadap alam dan laut kita. Kemudian, melakukan travelling dengan bijak, boleh memanfaatkan alam tapi hanya berdasarkan kebutuhan bukan keinginan. Karena ketika nanti keinginan melebihi kebutuhan, yang akan terpukul adalah alam dan terpukulnya alam pasti balik ke manusia lagi. (meg)