Kanal24, Malang – Ketergantungan pada produk impor telah menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam membangun ekonomi yang mandiri. Perang tarif yang melibatkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok memberikan pelajaran penting bagi negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, untuk memanfaatkan momentum ini sebagai kesempatan memperkuat pasar domestik. Dalam pertemuan ASEAN terakhir, disepakati untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dengan mendorong transaksi menggunakan mata uang lokal. Langkah ini dipandang sebagai upaya strategis untuk meningkatkan ketahanan ekonomi kawasan.
Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D., menyampaikan bahwa dampak perang tarif tidak hanya dirasakan oleh eksportir, tetapi juga konsumen negara penerima.
“Tarif yang tinggi di negara seperti Amerika Serikat itu tidak hanya merugikan pemasok, tetapi juga masyarakat di Amerika sendiri. Produk yang diimpor dari luar menjadi lebih mahal, padahal barang tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakatnya karena tidak dapat diproduksi secara kompetitif di dalam negeri,” jelasnya.
Dalam konteks Indonesia, Prof. Setyo menyebutkan bahwa ketergantungan terhadap negara-negara seperti Amerika Serikat seharusnya dapat diminimalkan. “Indonesia adalah negara besar dengan pasar domestik yang sangat luas. Pemerintah sudah mulai mengoptimalkan aktivitas ekonomi di dalam negeri. Seperti Tiongkok yang mengalihkan aktivitas perdagangan luar negerinya ke negara-negara tetangganya, Indonesia juga bisa melakukan hal serupa,” tambahnya.
Tantangan Produk Lokal
Namun, Prof. Setyo menyoroti tantangan utama yang dihadapi produk lokal, yaitu citra di mata konsumen. “Masyarakat kita masih memiliki pola pikir bahwa produk impor lebih bergengsi dibandingkan produk lokal, meskipun kualitas produk lokal tidak kalah. Contohnya sepatu produksi Malang dan baju-baju dari UMKM lokal yang kualitasnya bagus, tetapi masyarakat kurang percaya diri memakainya,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengubah paradigma ini. “Pemerintah harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa produk lokal kita mampu bersaing. Ini adalah momen bagi produk lokal untuk berkembang dan membuktikan diri,” kata Prof. Setyo.
Peluang Pasar ASEAN
Selain itu, ASEAN menjadi pasar potensial bagi produk-produk Indonesia. Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina masih memiliki peluang besar untuk menerima produk lokal Indonesia.
“Jika kualitas produk kita bisa bersaing dengan produk negara tetangga, kita tidak perlu terlalu bergantung pada pasar Amerika. Pasar ASEAN sendiri cukup besar untuk dijadikan tujuan ekspor baru,” ungkap Prof. Setyo.
Ia menegaskan bahwa membangun ekonomi yang kuat tidak hanya bergantung pada pengurangan impor, tetapi juga pada upaya memperkuat sektor produksi domestik dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.
Perang tarif antara Tiongkok dan Amerika Serikat memberikan dampak besar bagi perekonomian global, namun di sisi lain juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonominya. Dengan mengutamakan produk lokal dan memanfaatkan peluang pasar regional, Indonesia dapat lebih mandiri dan tangguh menghadapi dinamika ekonomi global.(Din)