KANAL24, Jakarta – Pemerintah berusaha untuk mempertahankan kebijakan Indonesia terkait bahan mentah (DS 592) yang tengah digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sengketa ini mencuat setelah Uni Eropa meminta pembentukan Panel WTO pada 14 Januari 2021 untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Menyikapi langkah Uni Eropa tersebut, Pemerintah Indonesia berpandangan Uni Eropa telah salah memahami dan mengartikan kebijakan Indonesia, meskipun hal tersebut telah disampaikan secara jelas saat proses konsultasi pada 2020 lalu.
Namun demikian, pemerintah menilai forum penyelesaian sengketa di WTO merupakan tempat yang tepat untuk menguji (exercising) kebijakan anggotanya apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip WTO.
“Indonesia siap mempertahankan posisinya di forum penyelesaian sengketa di WTO. Pemerintah bersama pihak terkait akan terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa langkah dan upaya mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing nasional akan senantiasa menjadi agenda prioritas ke depan,” kata Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi dalam keterangan resminya yang dikirim ke redaksi, Jumat malam (16/1/2021).
Indonesia tidak keberatan dan siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam menciptakan nilai tambah di sektor besi baja. Indonesia adalah penghasil besi baja kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok. Pada Januari–November 2020, sektor besi baja merupakan penyumbang ekspor terbesar ke-3 setelah minyak kelapa sawit dan batu bara dengan nilai USD9,6 miliar. Ini adalah bagian dari transformasi Indonesia, yang semula merupakan negara penghasil barang mentah dan setengah jadi, kini menjadi penghasil barang industri dan industri berteknologi tinggi.
Pemerintah juga akan berupaya maksimal dalam mengawal proses litigasi untuk menyelesaikan kasus ini dan tetap membuka komunikasi lebih lanjut dengan Uni Eropa.
“Indonesia selalu siap berkonsultasi apabila Uni Eropa menginginkan adanya penjelasan lebih lanjut tentang kebijakan Indonesia, termasuk dalam kaitan pengelolaan sumber daya alam mineral,” lanjut Lutfi.
Pemerintah berkeyakinan kebijakan pengelolaan sumber daya mineral yang ditetapkan dalam legislasi dan peraturan perundang-undangan yang ada bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam mineral (sustainability). Selain itu, juga dapat mendorong partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global yang akan mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada prinsipnya, Pemerintah berkeyakinan kebijakan yang dilakukan tersebut telah sesuai dengan komitmen ataupun prinsip-prinsip di tingkat internasional.
Terkait kasus sengketa DS 592, Uni Eropa sebelumnya mengajukan permintaan konsultasi pada 22 November 2019 sebagai respons diterapkannya larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2020. Uni Eropa menilai kebijakan Pemerintah Indonesia tersebut melanggar sejumlah ketentuan WTO dan berdampak negatif pada daya saing industri baja di Uni Eropa. Permintaan pertemuan konsultasi Uni Eropa disetujui Indonesia pada 29 November 2019 dan pertemuan telah dilaksanakan pada 30 dan 31 Januari 2020.
“Pemerintah akan terus mengawal dan memastikan bahwa langkah yang telah dilakukan Uni Eropa tersebut telah melanggar prinsip-prinsip di WTO dan optimistis Panel Sengketa WTO dapat memberikan putusan yang adil dan kredibel dalam penyelesaian persoalan sengketa ini,” pungkas Lutfi.(sdk)