Kanal24, Malang – Polemik alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 kembali menjadi sorotan publik. Meski secara nominal meningkat dibanding tahun sebelumnya, arah penggunaannya menuai kritik karena hampir separuh dana justru dialihkan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam RAPBN 2026, anggaran pendidikan ditetapkan sebesar Rp757,8 triliun, naik dari Rp724,7 triliun pada tahun lalu. Namun, sebanyak 44,2 persen atau sekitar Rp335 triliun akan difokuskan untuk MBG. Kondisi ini membuat berbagai kalangan menilai pemerintah keliru menempatkan prioritas pembangunan sektor pendidikan.
Baca juga:
Promo Merdeka Hotel Alana, Harga Mulai Rp80 Ribu

Kritik Akademisi: MBG Bukan Visi Pendidikan
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, menilai langkah pemerintah tidak sejalan dengan mandat konstitusi. Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan negara membiayai pendidikan dasar secara gratis dan berkualitas. Namun, porsi besar untuk MBG dinilai justru menjauhkan arah reformasi pendidikan.
“MBG hanyalah program, bukan visi pendidikan. Pemerintah terlihat menyederhanakan persoalan pendidikan hanya pada urusan gizi, padahal masalah mendasar ada pada kurikulum, kesejahteraan guru, infrastruktur, dan kapasitas pendidikan,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).
Rakhmat menambahkan, alokasi berlebihan untuk MBG membuat pembangunan sekolah-sekolah di pelosok terhambat. Hal ini mengindikasikan bahwa perbaikan kualitas pendidikan semakin muskil diwujudkan.
Pemerintah Bertahan dengan Klaim Keberhasilan
Meski dikritik, pemerintah tetap meyakini MBG membawa dampak positif. Dalam Sidang Tahunan MPR 2025, Presiden Prabowo menyebut program ini sudah menjangkau 20 juta penerima, mulai dari anak sekolah hingga ibu hamil. Ia mengklaim MBG meningkatkan kehadiran siswa, prestasi akademik, sekaligus menciptakan 290 ribu lapangan kerja baru.
“MBG bukan hanya program sosial, tetapi fondasi untuk mencetak generasi sehat, cerdas, dan produktif,” kata Prabowo.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, juga menegaskan bahwa alokasi anggaran pendidikan tetap mendukung pembangunan sarana, kesejahteraan guru, dan bantuan pelajar. Ia berharap tambahan anggaran dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Desakan Revisi: Konstitusi Harus Didahulukan
Namun, kalangan masyarakat sipil menilai klaim pemerintah masih jauh dari memuaskan. Koordinator Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut penggunaan hampir separuh anggaran pendidikan untuk MBG tidak tepat sasaran.
“Masalah utama pendidikan kita masih ada di guru honorer, PAUD, dan sekolah dasar yang terbengkalai. Ironisnya, anggaran pendidikan dasar dan menengah justru kecil dibandingkan alokasi MBG,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji. Ia menilai pengalokasian MBG menabrak amanat UUD 1945 dan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pendidikan dasar gratis.
“Pemerintah harus sadar mana kewajiban konstitusional yang wajib didahulukan. Pendidikan dasar gratis itu mandat konstitusi, bukan pilihan,” tegas Ubaid.
Baca juga:
Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II 2025, Investasi Jadi Penopang
Transparansi dan Pertanggungjawaban
Selain alokasi anggaran, persoalan transparansi juga menjadi sorotan. Achmad Nur Hidayat, pemerhati kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, meminta pemerintah menyajikan data yang akurat terkait dampak MBG. Klaim peningkatan prestasi siswa dan penciptaan lapangan kerja disebutnya perlu diuji dengan metodologi dan baseline yang jelas.
“Integritas data adalah mata uang kepercayaan. Pemerintah harus bergeser dari narasi kemenangan menuju transparansi yang dapat diaudit,” katanya.
Antara Program Populis dan Amanat Konstitusi
Kritik dari akademisi, guru, hingga pengamat publik memperlihatkan bahwa pemerintah menghadapi dilema besar. Di satu sisi, MBG sebagai program populis membawa manfaat nyata di lapangan. Namun, di sisi lain, alokasi anggaran pendidikan yang terlalu besar untuk MBG berpotensi menggerus amanat konstitusi: pendidikan gratis dan berkualitas bagi semua.Kini, sorotan publik tertuju pada langkah pemerintah berikutnya. Apakah Prabowo akan tetap mengedepankan MBG dengan segala konsekuensinya, atau meninjau ulang kebijakan agar selaras dengan UUD 1945. (nid)