KANAL24, Jakarta – Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo, meyakini penerapan Nomor Identitas Tunggal (Single Identity Number/SIN) akan mampu meningkatkan tax ratio tahun 2020 menjadi sekitar 16-19 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Penerapan SIN yang saat ini sudah ada payung hukumnya, diyakini bisa meningkatkan rasio pajak sekitar 16-19 persen. Besarannya bisa sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, karena kecurangan dan korupsi bisa diberantas secara sistemik,” kata Hadi, yang juga mantan Dirjen Pajak, di Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Dia menyebutkan, SIN sebagai sistem manajemen aset informasi akan menciptakan integrasi seluruh data, sehingga monitoring perpajakan bisa dilakukan secara utuh dan otomatis. “SIN akan menjadi CCTV keuangan negara atau CCTV perpajakan yang bisa mendeteksi kecurangan secara otomatis, sehingga orang menjadi terpaksa jujur,” tutur Hadi.
Hadi menegaskan, upaya penerapan SIN sudah berjalan sejak era Presiden Soekarno melaui Perpu No 2/1965, Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) dan DPR telah menyepakati penerapan SIN pada 16 Juli 2001, Presiden Megawati Sukarnoputri melalui UU No 19/2001, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (UU 28/2007) dan Presiden Joko Widodo (UU 9/2017).
“Banyak harta karun di Indonesia yang belum kita gali. Dan sebenarnya, harta karun itu memang ada. Untuk menggalinya, gunakan Agen Konsolidator yang sudah ada. Tempatkan mereka di kementerian dan lembaga (K/L). Di BPK sudah pernah menaruh Agen Konsolidator selama 4,5 tahun. Ini bisa dilakukan juga di Kantor Pajak,” paparnya.
Dengan demikian, jelas Hadi, implementasi SIN diyakini mampu meningkatkan rasio pajak menjadi 19 persen dari sebesar 10,7 persen berdasarkan data Ditjen Pajak per akhir 2017 atau 11,5 persen. “Bikin sistem SIN yang online cuma makan waktu sebulan. Sekarang IT (teknologi informasi) sudah canggih. Setiap K/L pasti punya tim IT,” kata Hadi.
Lebih lanjut Hadi meminta agar pemerintah segera mengimplementasikan SIN yang bisa mengintegrasikan data-data finansial dan nonfinansial di luar aparat pajak ke dalam Bank Data Pajak yang terpusat secara nasional. “Selanjutnya, melakukan matching data lawan transaksi dengan SPT Wajib Pajak,” paparnya.
Hadi mengaku, dirinya telah menerbitkan Keputusan Dirjen Pajak No 178/2004 tentang Blue Print DJP yang antara lain berisi mengenai peningkatan Bank Data Pajak menjadi Bank Data Nasional melalui SIN. Keputusan Dirjen Pajak tersebut merupakan tindak lanjut dari Kepres No 72/2004 yang diterbitkan Megawati, terkait upaya mengakomodasi perwujudan transparansi melalui SIN di dalam APBN .
Lebih lanjut dia mengungkapkan, puncak SIN yang berkekuatan hukum terjadi ketika RUU KUP 2005 disahkan menjadi UU No 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). “Pada UU ini, SIN masuk ke dalam Pasal 35A dan 41C. Tetapi, konsep yang saya gagas itu belum terwujud sampai saat ini. Keberanian dan political will dari pemerintah akan berpengaruh bagi perwujudan hakikat SIN,” ucapnya. (sdk)