KANAL24, Jakarta – Bank Indonesia (BI) menilai ketegangan hubungan dagang (perang dagang) AS dan Tiongkok yang berlanjut dan diikuti risiko geopolitik terus menekan perekonomian dunia. Hal itu juga berimbas pada ekonomi negara emerging market termasuk Indonesia. Kenaikan tarif dagang oleh AS dan Tiongkok yang terus berlangsung makin menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan Indonesia terdampak dari sisi ekspor produk-produk migas dan non migas yang cenderung turun. Meski pada Agustus 2019 kemarin terjadi surplus USD85,1 juta, namun secara kumulatif perdagangan Indonesia masih defisit sekitar USD1,81 miliar. Bahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan defisit perdagangan dengan Tiongkok menjadi yang terdalam dibandingkan dengan negara mitra lainnya yaitu USD12,5 miliar secara kumulatif.
“Ini (perang dagang) akan berikan tekanan ekspor kecuali sektor manufaktur seperti otomotif, garmen dan perhiasan. Kalau tidak tempuh langkah lebih anjut itu akan menganggu pertumbuhan ekonomi, maka kita melanjutkan bauran kebijakan yang sudah kita lakukan dengan menurunkan suku bunga, memperlonggar makroprudensial dan lainnya,” kata Perry di Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Perry menambahkan perekonomian di AS tumbuh melambat akibat penurunan ekspor dan investasi nonresidensial. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, Tiongkok dan India juga berlanjut, dipengaruhi penurunan ekspor dan kemudian berdampak pada penurunan permintaan domestik. Perekonomian dunia yang melambat telah mendorong harga minyak dan komoditas global kembali menurun, yang kemudian mengakibatkan pada rendahnya tekanan inflasi.
“Kondisi ini direspons banyak negara dengan melakukan stimulus fiskal dan melonggarkan kebijakan moneter, termasuk kita,” ulasnya.
Menurut Perry, kedepan ekspor diperkirakan belum membaik seiring permintaan global dan harga komoditas yang menurun. Kondisi ini berdampak pada belum kuatnya pertumbuhan investasi, khususnya investasi nonbangunan, sementara pertumbuhan investasi bangunan cukup baik didorong oleh pembangunan proyek strategis nasional.
“Ke depan, BI akan terus melakukan bauran kebijakan untuk dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4 persen pada 2019 dan meningkat menuju titik tengah kisaran 5,1-5,5 persen pada tahun 2020,” pungkas Perry. (sdk)