KANAL24, Malang – Memperkuat institusi-institusi demokrasi, memperbaiki sistem PEMILU, merubah tata kelola internal partai, partai tidak dikuasai oleh keluarga. Demikian Road Map penataan sistem politik Indonesia, yang diungkapkan oleh Prof. Nurhasyim dalam seminar nasional Diskursus Politik : Menakar Masa Depan Indonesia Pasca PEMILU 2019 (21/10/2019) di Gedung Kebudayaan Mahasiswa UB.
Sebelumnya, Nurhasyim menjelaskan mengenai persoalan-persoalan politik yang saat ini tengah menghantui dunia perpolitikan Indonesia.
“Mengapa kualitas hasil parlemen menghasilkan kualitas yang kurang, padahal selama beberapa periode ini pendidikan DPR itu tinggi, ada yang S2 dan S3. Karena, politiknya itu jomplang oleh kekuatan partai yang masuk ke koalisi sehingga orientasi mereka didalam membuat atau mengatur perubahan UU, lebih kepada keuntungan apa yang diperoleh bukan kepada kepentingan public,” terangnya.
Selanjutnya, Peneliti LIPI itu membahas tentang bahayanya jika seluruh civil society terserap ke dalam politik.
“Demokrasi kita akan berbahaya kalau seluruh civil society terserap kedalam politik. Kalau civil society terserap menjadi relawan, tim sukses, pendukung, dsb, ini bahaya. Karena, kita melihat pada PEMILU kemarin, ada polarisasi dua kubu yang menyebabkan kericuhan di masyarakat. Saya berharap NU dan Muhammadiyah betul-betul objektif mengawal politik sebagai civil society dan tidak terserap didalamnya,” jelas tim asistensi gabungan pencari fakta kerusuhan Mei 1998 itu.
Kemudian, adanya bahaya politik tanpa oposisi. Politik tanpa opsisi yang seimbang justru akan menyebabkan demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Di dalam hubungan antara presiden dan DPR perlu check and balances. Koalisi turah atau kartel koalisi menyebabkan terjadinya politik sapu bersih. Kontrol politik terhadap Pemerintah menjadi rendah, yang dampaknya isu-isu dan kepentingan politik publik (masyarakat) bisa terabaikan.
“Politik tanpa oposisi dan kontrol yang kuat rawan terjadi korupsi dan politik dagang sapi. Politik akan dikendalikan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kendaraan politik, yang mengabaikan kepentingan publik yang lebih besar. Pembelajaran dari negara-negara lain, bisa muncul tirani mayoritas dan institusi demokrasi mengalami pelemahan,” tambah Nurhasyim.
Lanjutnya, kalau semua dikuasai oleh koalisi Pemerintah, yang terjadi adalah argumentasinya dibalik. Ingat kasus RUU KPK, argumentasi yang dibangun Pemerintah, adalah bahwa perubahan revisi UU KPK adalah untuk memperkuat KPK maka DPR dan Pemerintah kompak satu suara.
Alumni UI itu, mencoba memahami Indonesia masa datang dari kondisi saat ini, dengan Road Map yang Ia bentuk. Penerapan integritas politik, ini penting untuk memperbaiki kualitas parlemen. Kalau institusi demokrasi diisi oleh orang-orang yang tidak berintegritas akan sulit. Penataan sistem politik Indonesia harus merubah perilaku civil society, karena rusaknya demokrasi juga disebabkan oleh hal tersebut. Kemudian, mencegah semua kekuatan penting civil society diserap oleh kekuatan politik, parpol, dan negara, serta mengubah perilaku pragmatis dan transaksional dalam berpolitik agar kedaulatan itu milik rakyat . (sdk)