Kanal24, Jakarta – Realisasi belanja pemerintah pusat hingga akhir Mei 2025 mencapai Rp694,2 triliun, mencerminkan percepatan signifikan pada belanja barang dan modal. Dari jumlah tersebut, belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) tercatat sebesar Rp325,7 triliun, sementara belanja non-K/L mencapai Rp368,5 triliun. Pemerintah memanfaatkan belanja ini sebagai instrumen strategis untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pelaksanaan program prioritas nasional.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, dalam konferensi pers APBN KiTA pada Selasa (17/6), mengungkapkan bahwa percepatan belanja modal di bulan Mei merupakan tanda positif dalam pelaksanaan APBN 2025. “Belanja modal mulai bergerak setelah kita identifikasi kebutuhan strategis yang perlu dijalankan oleh APBN,” ujarnya. Sepanjang Mei, belanja modal tercatat mencapai Rp18,9 triliun, sehingga total belanja modal sejak Januari hingga Mei mencapai Rp55,6 triliun. Di sisi lain, belanja barang pada bulan Mei mencapai Rp26 triliun, melampaui akumulasi Rp71,4 triliun yang dibelanjakan hingga April.
Fokus pada Program Prioritas Nasional
Belanja negara juga diarahkan untuk mendukung program-program prioritas nasional, termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan Sekolah Rakyat. Hingga pertengahan Juni 2025, realisasi belanja Badan Gizi Nasional untuk MBG mencapai Rp4,4 triliun. Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum telah merealisasikan Rp327,1 miliar untuk renovasi tahap awal Sekolah Rakyat.
Meski progres ini menunjukkan arah yang menjanjikan, sejumlah tantangan masih perlu diatasi. Berdasarkan laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sekitar 30 persen proyek belanja modal sering kali terkendala pengadaan, seperti lelang yang lambat atau kurangnya koordinasi lintas sektor. Hal ini dapat mengurangi dampak optimal dari anggaran yang telah dialokasikan. Program revitalisasi Sekolah Rakyat, misalnya, memerlukan koordinasi yang lebih erat antara pemerintah pusat dan daerah agar target fisik dan kualitas proyek tercapai.
Selain itu, realisasi bantuan sosial (bansos) hingga Mei 2025 sebesar Rp48,8 triliun menjadi elemen penting dalam menjaga daya beli masyarakat. Kerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) diharapkan mampu meningkatkan efisiensi distribusi bansos. Namun, laporan Bank Dunia 2023 mencatat bahwa sekitar 10 persen distribusi bansos sering kali tidak tepat sasaran akibat ketidaktepatan data penerima. Pemerintah perlu memperbarui data dan memperkuat pengawasan agar dana bansos benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.
Tantangan Pengelolaan Fiskal
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa APBN berfungsi sebagai instrumen countercyclical untuk menahan dampak pelemahan ekonomi global. Meski demikian, ketergantungan pada ekspansi fiskal meningkatkan risiko defisit anggaran. Hingga Mei 2025, penerimaan negara tercatat sebesar Rp820 triliun, atau 42 persen dari target APBN, menunjukkan pertumbuhan yang baik. Namun, disparitas dengan belanja tetap menjadi perhatian, terutama jika belanja yang tidak efisien terus berlanjut.
Program MBG, dengan anggaran Rp4,4 triliun, memainkan peran penting dalam mengurangi stunting, yang tercatat sebesar 21,6 persen pada 2023 (Badan Gizi Nasional). Namun, keberlanjutan program ini memerlukan alokasi anggaran yang konsisten serta implementasi yang efisien. Demikian pula, program revitalisasi Sekolah Rakyat perlu memastikan bahwa setiap dana yang dialokasikan menghasilkan manfaat maksimal, terutama bagi wilayah yang masih kekurangan akses pendidikan berkualitas.
Percepatan belanja negara hingga Mei 2025 mencerminkan upaya pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional dan menjaga stabilitas ekonomi di tengah gejolak global. Namun, efektivitas pelaksanaan, distribusi yang tepat sasaran, dan pengelolaan fiskal yang hati-hati tetap menjadi tantangan utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan dampak maksimal, baik untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, maupun penguatan daya beli masyarakat. Dengan demikian, APBN tidak hanya menjadi alat ekonomi, tetapi juga fondasi bagi masa depan yang berkelanjutan.