KANAL24, Malang – Peran perempuan dalam Ketahanan Pangan Masyarakat Hutan Berperspektif Gender pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, dibahas dalam seminar nasional online 2020 digelar oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB), kamis (6/8/2020).
Rektor UB, Prof. Nuhfil Hanani dalam sambutan pembukannya menyampaikan bahwa topik yang diambil pada seminar ini sengatlah menarik. Mengkaitkan antara ketahanan pangan, peran wanita, dan kehutanan merupakan suatu hal yang bagus.
“Memang peranan wanita ini luar biasa pentingnya dalam era new normal ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada narasumber sehingga bisa memberikan pengkayaan ilmu. Saya berharap dari webinar ini menghasilkan rekomendasi yang berguna untuk pengembangan ilmu dan bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah,” kata Nuhfil.
Sementara itu, mewakili Menteri KLHK yang berhalangan hadir, Dr.Ir. Apik Karyana, M.Sc selaku Staf ahli Bidang Pangan Kementerian KLHK mengatakan ada permasalahan antara perempuan dan lingkungan hidup. Pada level rumah tangga, masalah yang berkaitan dengan perempuan dan lingkungan hidup, dapat terlihat dari semakin lazimnya penggunaan zat-zat kimia di setiap aspek, bahkan hingga produk kecantikan. Kekurang-pahaman perempuan dan keterbatasan akses perempuan terhadap berbagai informasi tentang lingkungan hidup yang membuat perempuan berpotensi turut andil merusak lingkungan. Dari segi dampaknya, perempuan juga menjadi lebih rentan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pada kasus yang lebih luas lagi, yaitu perubahan iklim, kembali perempuan lah yang menjadi sosok yang paling rentan. Sebuah studi yang dilakukan oleh the London School of Economics and Political Science terhadap 141 negara yang terkena bencana pada periode 1981-2002, menemukan kaitan erat antara bencana alam dan status sosial ekonomi perempuan. Bencana alam ternyata berakibat pada penurunan angka harapan hidup perempuan dan peningkatan gender gap dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan ternyata merupakan korban terbesar dari berbagai bencana alam yang terjadi. Akibatnya, terjadi peningkatan angka kemiskinan di kalangan perempuan dan semakin terbukanya jurang ketidaksetaraan gender karena perempuan harus menanggung beban tanggung jawab ganda yang lebih berat daripada laki-laki.
“Sebagian besar perempuan bekerja di dua sektor, informal dan pertanian. Kedua sektor ini, tergolong sektor dengan tingkat kerusakan terparah ketika terjadi bencana alam. Sampai hari ini ketika mata air di sekitar desanya mengering, perempuan harus berjalan lebih jauh, berkilo- kilo meter mencari mata air baru untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Perempuan di banyak negara berkembang bertanggung jawab dalam peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk air bersih dan makanan,” jelas Apik.
Lanjutnya, kerusakan sumberdaya alam menyebabkan perempuan menjadi pihak yang paling dikorbankan. Sebesar 90 persen pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh perempuan. Dalam kesehariannya peran perempuan cenderung lebih dekat dengan lingkungan, seperti ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah rumah tangga, persemaian dan pembibitan pohon, merawat tanaman, hortikultura, agroforestry, dsb. Perempuan di desa, umumnya mempunyai pengetahuan tradisi mengenai pengolahan hasil hutan untuk pangan, tanaman obat dan kearifan lingkungan.
“yang perlu diingat bahwa peran ganda kaum perempuan (domestik maupun publik) menjadi kunci sukses dalam ketahanan pangan. Kementerian LHK sudah terlibat dalam program ketahanan pangan dengan mendorong kawasan hutan menjadi sumber pangan alternatif melalui perhutanan sosial dan TORA. Kemudian, penting untuk mendorong pendidikan memasukkan unsur pertanian dan kewirausahaan agar generasi milenial tertarik menggeluti sektor pertanian dan pangan, mendorong kembali pertanian keluarga melalui perhutanan sosial agar ketahanan pangan berkelanjutan. Mendorong teknologi dan inovasi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk pertanian Indonesia dan kerja sama antara kementerian dan universitas harus ditingkatkan,” tandasnya. (Meg)