Kanal24, Malang – Pada tahun 2023, meskipun sedang menghadapi krisis energi global, pemerintah tetap mempertahankan program subsidi energi untuk membantu menjaga daya beli masyarakat dan memperkuat daya saing industri dalam rangka pemulihan ekonomi.
Target subsidi energi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp209,9 triliun, terdiri dari Rp139,4 triliun untuk BBM dan LPG dan Rp70,5 triliun untuk subsidi listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengumumkan bahwa pada tahun 2022, realisasi subsidi energi hanya mencapai Rp157,6 triliun, lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar Rp211,1 triliun.
Penurunan harga minyak mentah pada kuartal ketiga 2022 turut mempengaruhi realisasi subsidi BBM dan LPG yang hanya mencapai Rp97,8 triliun, jauh dibawah target Rp149,4 triliun.
“Tahun 2022, kita lihat realisasinya (subsidi) lebih rendah daripada targetnya, terutama penurunannya di BBM dan LPG, yang tidak separah seperti yang kita perkirakan sebelumnya, karena asumsi crude kita yang targetnya tinggi, ternyata menjelang kuartal tiga (2022) terjadi penurunan harga komoditas migas,” ujarnya pada Konferensi Pers Capaian Kinerja Tahun 2022 dan Program Kerja Kementerian ESDM Tahun 2023 di Jakarta (30/1/2023).
Sementara itu, Arifin menjelaskan bahwa subsidi listrik pada tahun 2022 tercapai sebesar Rp59,8 triliun dari target Rp61,7 triliun.
Ia mengatakan bahwa subsidi listrik bisa terjaga berkat implementasi kewajiban pasokan ke domestik (DMO) batu bara dan penetapan harga gas untuk keperluan listrik.
“Program DMO dan harga gas untuk kelistrikan sebesar enam dolar AS (per MMBTU). Jadi, faktor yang mempengaruhinya adalah harga gas internasional dan juga faktor nilai tukar dolar terhadap rupiah,” sebut Arifin.
Menurut Arifin, pada tahun 2023, subsidi energi masih tetap besar karena masih adanya gejolak kondisi geopolitik Eropa akibat konflik Rusia-Ukraina.
“Di tahun 2023, kita memperkirakan kemungkinan jumlah alokasi subsidi cukup besar. Kita tahu masih ada konflik yang belum habis dan ini tentu saja menyebabkan penurunan suplai, karena terhambatnya salah supplier besar yaitu Rusia,” jelasnya.
Selain itu, Menteri ESDM juga menyebutkan bahwa peningkatan permintaan China terhadap batu bara juga mempengaruhi penetapan subsidi energi di Indonesia. Negara Tirai Bambu sedang mempertimbangkan untuk melepaskan larangan impornya.
Peningkatan kebutuhan di China dan juga beberapa negara lainnya disebabkan kebijakan barunya sudah mulai membuka meningkatkan demand (batu bara),” ujarnya.