Kanal24, Malang – Ketahanan pangan Indonesia tengah menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim, keterbatasan lahan produktif, dan kompleksitas rantai pasok. Kondisi ini menuntut hadirnya solusi inovatif agar sektor pertanian mampu beradaptasi dan tetap produktif. Salah satu langkah konkret datang dari PT Pupuk Indonesia (Persero) yang mengembangkan konsep precision farming atau pertanian presisi untuk meningkatkan efisiensi sekaligus menjaga keberlanjutan produksi pangan nasional.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyampaikan bahwa tantangan di sektor pangan kini ada pada aspek produksi, efisiensi penggunaan sumber daya serta kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim yang kian ekstrem. “Pertanian tidak bisa lagi dijalankan dengan cara konvensional. Kita perlu mengandalkan data, teknologi, dan inovasi,” ujarnya.
Baca juga:
Belmawa RI Lakukan Visitasi PPK Ormawa di UB Tekankan Keberlanjutan dan Dampak bagi Masyarakat
Tantangan Ketahanan Pangan Nasional
Sektor pangan di Indonesia menghadapi sejumlah persoalan mendasar. Perubahan iklim telah mengubah pola tanam dan mengurangi produktivitas lahan. Selain itu, ketergantungan terhadap pupuk kimia dan penggunaan air yang berlebihan membuat sistem pertanian rentan terhadap krisis lingkungan.
Pupuk Indonesia mencatat, penggunaan pupuk yang tidak efisien sering kali menyebabkan pemborosan hingga lebih dari 30 persen, sementara pasokan air di beberapa wilayah pertanian terus menurun. Di sisi lain, petani dihadapkan pada biaya produksi tinggi, akses teknologi yang terbatas, serta disparitas antarwilayah yang membuat hasil panen tidak merata.
Kondisi tersebut juga diperparah oleh tantangan rantai pasok dan logistik, terutama dalam distribusi bahan pangan dari wilayah produsen ke wilayah konsumsi. Ketergantungan terhadap impor pangan pada komoditas tertentu menunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional masih memerlukan perbaikan menyeluruh.
Inovasi Melalui Pertanian Presisi
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pupuk Indonesia memperkenalkan sistem pertanian presisi berbasis teknologi digital. Konsep ini menggunakan sensor, drone, serta analisis data real-time untuk mengatur pola pemupukan, penggunaan air, dan waktu tanam yang optimal.
Hasil riset yang dilakukan di 46 titik demplot di 12 provinsi menunjukkan peningkatan produktivitas rata-rata sebesar 13,5 persen. Selain itu, penerapan teknologi ini mampu menghemat penggunaan pupuk hingga 30 persen dan air hingga 37 persen. Dengan demikian, pertanian presisi bukan hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperkuat aspek keberlanjutan lingkungan.
Rahmad menegaskan bahwa masa depan sektor pertanian akan sangat bergantung pada kemampuan mengintegrasikan teknologi dengan pengetahuan lokal petani. “Kita ingin membangun ekosistem pertanian yang cerdas, di mana keputusan diambil berdasarkan data yang akurat, bukan hanya pengalaman,” jelasnya.
Kolaborasi dan Kompetisi Inovasi
Sebagai upaya mempercepat transformasi, Pupuk Indonesia meluncurkan program FertInnovation Challenge 2025 yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari akademisi, startup, hingga komunitas peneliti muda. Program ini menjadi wadah untuk menciptakan ide dan solusi teknologi di bidang pertanian.
Beberapa kategori yang dikembangkan dalam program tersebut meliputi precision agriculture and digital farming, pupuk ramah lingkungan, rantai pasok berbasis kecerdasan buatan, serta rekayasa proses produksi. Melalui inisiatif ini, perusahaan berharap lahir inovasi yang bisa langsung diterapkan di lapangan dan berdampak bagi petani.
“Transformasi pangan tidak bisa dilakukan sendirian. Harus ada sinergi antara pemerintah, swasta, akademisi, dan petani. Kita semua memiliki peran dalam menjaga ketahanan pangan nasional,” kata Rahmad.
Langkah Strategis dan Rekomendasi
Pengembangan pertanian presisi di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama pada tingkat adopsi di kalangan petani kecil. Diperlukan pendampingan intensif, akses pembiayaan yang inklusif, serta pelatihan teknologi yang mudah dipahami oleh masyarakat desa.
Selain itu, penguatan infrastruktur pertanian seperti jaringan irigasi, jalan tani, serta fasilitas cold chain menjadi kunci untuk memperlancar distribusi pangan. Pemerintah dan sektor swasta diharapkan mampu berkolaborasi dalam menciptakan kebijakan yang adaptif terhadap dinamika iklim dan pasar global.
Pupuk Indonesia juga menyoroti pentingnya menjaga kualitas dan gizi pangan, bukan sekadar kuantitas produksi. Diversifikasi pangan lokal serta peningkatan nilai tambah produk pertanian menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem pangan yang tangguh.
Menuju Pertanian Cerdas dan Berkelanjutan
Dengan adanya inovasi teknologi dan kolaborasi lintas sektor, masa depan pertanian Indonesia menunjukkan arah positif. Pertanian presisi diyakini mampu meningkatkan produktivitas, menekan biaya produksi, serta mengurangi dampak lingkungan secara signifikan.
Namun, transformasi ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan konsistensi kebijakan. Diperlukan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan agar Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional dan juga berperan sebagai lumbung pangan dunia di masa mendatang.
“Pertanian bukan sekadar soal menanam dan panen, melainkan soal bagaimana kita menyiapkan masa depan bangsa,” tutup Rahmad Pribadi. (nid)










