Setyo Widagdo
Guru Besar Fakultas Hukum UB – [email protected].
Mahkamah Konstitusi (MK) Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, demikian kalimat dalam headline berbagai media online Kamis, 2 Januari 2025 pasca putusan diumumkan.
Putusan MK ini sangat bersejarah, mengingat selama ini MK berkali kali menolak permohonan uji materi tentang Ambang Batas (Presidential Threshold) pencalonan Presiden.
Putusan MK ini pasti akan menjadi isu yang hot dan akan menjadi perdebatan politik Indonesia hari hari ini. Putusan ini menyatakan bahwa Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dimana, partai politik atau koalisi partai harus memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional untuk dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Namun, dengan penghapusan Presidential Threshold , maka Presidential Threshold menjadi 0% yang berarti semua partai politik, tanpa syarat perolehan kursi atau suara, dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Putusan MK ini memiliki plus minus yang perlu dikaji secara mendalam, karena dampaknya terhadap sistem politik, kualitas demokrasi, dan stabilitas pemerintahan sangat signifikan.
Beberapa hal yang merupakan plus atau kelebihan dari Putusan MK ini adalah:
Meningkatkan Partisipasi Politik, Dengan Presidential Threshold (PT) 0%, setiap partai politik, baik besar maupun kecil, memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden. Ini membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas, sehingga aspirasi rakyat dari berbagai golongan dapat terwakili dengan lebih baik. Sistem ini memberikan kesempatan bagi partai-partai kecil untuk bersaing secara adil, tanpa harus tunduk pada koalisi partai besar.
Meningkatkan Ragam Pilihan bagi Pemilih, Sistem yang berlaku saat ini , pilihan calon presiden sering kali terbatas pada pasangan yang diusung oleh koalisi partai besar. Dengan PT 0%, jumlah kandidat akan lebih banyak, sehingga pemilih memiliki lebih banyak alternatif. Kondisi ini berpotensi menghasilkan pemimpin yang lebih kompetitif dan representatif terhadap keinginan rakyat.
Mendorong Kompetisi yang Sehat, Sistem tanpa ambang batas mendorong kompetisi yang lebih sehat antarpartai politik. Setiap partai harus bekerja keras untuk menyampaikan visi, misi, dan program terbaik mereka, tanpa bergantung pada koalisi besar. Ini dapat memperbaiki kualitas demokrasi karena kandidat yang muncul adalah mereka yang benar-benar didukung oleh rakyat, bukan hasil kompromi antar-elite politik.
Mengurangi Praktik Transaksional Salah satu kelemahan sistem Presidential Threshold saat ini adalah potensi terjadinya praktik politik transaksional dalam pembentukan koalisi. Partai kecil sering kali dipaksa bergabung dengan partai besar demi memenuhi ambang batas, yang dapat memunculkan negosiasi politik berbasis kepentingan sempit. Dengan PT 0% , setiap partai bisa independen tanpa tekanan untuk bergabung.
Meningkatkan Keadilan Politik , Presidential Threshold 0% dianggap lebih adil karena tidak mendiskriminasi partai kecil. Sistem saat ini sering dianggap menguntungkan partai besar dan mengurangi peluang partai kecil untuk berperan aktif dalam proses pencalonan presiden. Dengan sistem tanpa ambang batas, semua partai mendapat kesempatan yang sama.
Adapun minus atau kelemahan dari Presidential Threshold 0% adalah :
Potensi Fragmentasi Politik , Salah satu risiko utama adalah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang dapat memecah suara rakyat secara signifikan. Hal ini bisa menyebabkan pemilu putaran kedua lebih sering terjadi, yang memakan biaya besar dan berpotensi memperpanjang konflik politik.
Risiko Kandidat Tidak Berkualitas, Dengan banyaknya calon, ada kemungkinan muncul kandidat yang kurang kompeten atau tidak memiliki kapasitas memadai untuk memimpin negara. Dalam sistem saat ini, presidential threshold setidaknya menjadi mekanisme penyaringan awal, meski tidak sempurna.
Kesulitan Mencapai Stabilitas Pemerintahan, Presiden yang terpilih dengan suara minoritas (akibat suara yang terpecah ke banyak kandidat) bisa menghadapi kesulitan dalam membangun dukungan politik di parlemen. Tanpa koalisi kuat, stabilitas pemerintahan dapat terganggu karena presiden tidak memiliki landasan politik yang solid di DPR.
Meningkatkan Polarisasi Politik, Banyaknya kandidat dapat memunculkan fragmentasi di masyarakat, yang berisiko meningkatkan polarisasi politik. Hal ini terutama berbahaya jika kandidat memanfaatkan isu-isu sensitif, seperti agama, suku, atau ideologi, untuk memenangkan dukungan.
Meningkatkan Beban Administrasi Pemilu, Dengan lebih banyak pasangan calon, beban administrasi pemilu akan meningkat. Proses kampanye, debat publik, hingga penghitungan suara menjadi lebih kompleks dan mahal. Selain itu, potensi konflik antar pendukung kandidat juga meningkat, sehingga membutuhkan upaya lebih besar untuk menjaga keamanan.
Putusan MK ini pasti akan menimbulkan pro kontra dan akan berkembang polemik. Jauh hari sebelum Putusan MK ini di ketok, sudah banyak saran alternatif antara lain beberapa pihak menyarankan agar Presidential Threshol tidak dihapuskan sepenuhnya, melainkan diturunkan menjadi angka yang lebih rendah, seperti 5% atau 10%. Hal Ini dianggap sebagai solusi kompromi yang tetap memberikan ruang bagi partai kecil, namun tetap menjaga jumlah kandidat dalam batas yang wajar. Dengan sistem ini, partai kecil masih memiliki peluang untuk mencalonkan presiden, asalkan mereka menunjukkan dukungan signifikan dari rakyat. Tetapi Putusan MK ini Final And Binding. Karenanya perdebatan akan seru hari hari ini.
PENUTUP
Penerapan Presidential Threshold 0% memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus dipertimbangkan dengan cermat. Di satu sisi, sistem ini dapat meningkatkan demokrasi dengan membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas dan mengurangi praktik politik transaksional. Namun, di sisi lain, potensi fragmentasi politik, munculnya kandidat tidak berkualitas, dan kesulitan dalam mencapai stabilitas pemerintahan menjadi tantangan besar yang harus diatasi.
Sebagai bangsa yang mengedepankan prinsip demokrasi, Indonesia perlu mencari keseimbangan antara keterbukaan politik dan stabilitas pemerintahan.
Putusan MK ini menjadi ujian bagi bangsa Indonesia, sejauh mana kedewasaan berpolitik menjadi cermin dari kedewasaan berbangsa dan bernegara.(*)