Kanal24, Malang – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi kembali terdeteksi di Lumajang berdasarkan laporan sistem online iSIKHNAS pada November 2024. Menindaklanjuti laporan tersebut, Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates bergerak cepat melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lumajang, tim BBVet Wates memeriksa ternak yang menunjukkan gejala mencurigakan, seperti luka pada mulut dan kuku, serta gejala lain yang berpotensi terkait PMK.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Peternakan (FAPET) Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Ir. Kuswati, MS., IPM., ASEAN Eng., menyoroti pentingnya penerapan biosecurity sebagai langkah utama dalam pencegahan dan penanganan PMK.
Prof. Kuswati menyampaikan bahwa meskipun situasi saat ini tidak separah masa puncak wabah, deteksi PMK di Lumajang baru-baru ini menunjukkan masih adanya titik-titik yang terdampak.
“Harapan kami diagnosa lebih cepat dilakukan sehingga penanganan dari dinas terkait juga bisa segera dilaksanakan,” ungkapnya kepada Kanal24 (3/12/2024).
Sebagai salah satu langkah krusial, Prof. Kuswati menekankan pentingnya biosecurity dalam manajemen peternakan. “Biosecurity yang ketat harus diterapkan, terutama di kandang ternak. Peternak harus memastikan lingkungan kandang dan peralatan yang digunakan bersih. Hindari keluar-masuknya ternak atau orang yang tidak berkepentingan ke area kandang. Disinfeksi secara rutin, kandang, kendaraan atau alat tranportasi dan peralatan,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa pengelolaan ternak memerlukan prosedur standar seperti karantina selama satu-dua minggu untuk ternak yang baru masuk. Selain itu, penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan dan sepatu boot juga harus menjadi kebiasaan.
Selain biosecurity, Prof. Kuswati menyoroti pentingnya vaksinasi untuk ternak sesuai anjuran dari dinas terkait. Namun, ia mengingatkan bahwa vaksinasi saja tidak cukup jika tidak didukung oleh pengawasan rutin terhadap kesehatan ternak.
“Peternak harus memantau tanda-tanda awal penyakit seperti keluar air liur berlebihan, lesi di mulut atau kuku, nafsu makan yang menurun, atau gejala lainnya. Jika terdeteksi, harus segera dilaporkan dan dilakukan isolasi terhadap ternak yang sakit dan segera laporkan ke petugas Dinas Peternakan setempat,” tambahnya.
Prof. Kuswati juga memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah daerah. Salah satunya adalah penyediaan kandang isolasi di wilayah terdampak untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.
“Pemerintah perlu menyediakan kandang isolasi, APD, dan obat-obatan pendukung kesehatan ternak. Edukasi kepada peternak juga harus ditingkatkan melalui sosialisasi dan materi panduan penjelasan langkah praktis menangani ternak yang terdampak PMK yang mudah dipahami,” katanya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya pengendalian pergerakan ternak di daerah terdampak. “Ternak yang keluar-masuk wilayah harus diperiksa kartu kesehatannya. Isolasi wilayah terdampak secara ketat sangat penting untuk mencegah penyebaran ke kabupaten lain,” tegasnya.
Sebagai bagian dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Prof. Kuswati menjelaskan bahwa pihaknya rutin memberikan edukasi kepada kelompok-kelompok ternak.
“Kami selalu mengajarkan pentingnya biosecurity dan biosafety, baik untuk melindungi ternak maupun peternaknya sendiri. Sayangnya, banyak peternak yang enggan menerapkan karena dianggap merepotkan,” ungkapnya.
Prof. Kuswati kembali menegaskan bahwa pencegahan melalui penerapan biosecurity yang ketat merupakan kunci utama dalam melindungi ternak dari wabah seperti PMK.
“Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Dengan manajemen yang baik, kita dapat meminimalisir dampak wabah dan memastikan kesehatan serta produktivitas ternak tetap terjaga,” pungkasnya. (din/nid)