KANAL24, Jakarta – Komunitas Investor Pemula (ISP) menyarankan agar investor saham konvensional memindahkan portofolio ke saham-saham kategori syariah, lantaran besarnya jumlah penduduk Islam di tengah peningkatan jumlah pelaku pasar akan mendorong pertumbuhan harga saham syariah.
“Buat investor saham konvensional yang mau berhijrah ke syariah, bisa segera untuk dilakukan. Karena, peluang kenaikan (harga) saham syariah sangat terbuka sekali,” kata Founder ISP, Frisca Devi, dalam acara Sharia Investment Week 2019 di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Frisca mengaku, cukup berat bagi investor yang mengoleksi saham konvensional untuk beralih ke saham-saham syariah. Dia menyebutkan, saham-saham perbankan konvensional memiliki tingkat gain yang tinggi. “Memang, godaan untuk hijrah itu lebih kepada saham perbankan, namun keuntungan dari saham syariah berpotensi tinggi,” ujarnya.
Dia menyatakan, potensi yang besar bagi saham syariah untuk mengalami kenaikan harga bakal mengkompensasi keputusan investor yang berani mengeluarkan saham-saham konvensional dari portofolionya. “Tetap kembali ke pilihan investornya. Kalau mau hijrah, tinggalkan yang konvensional,” ucap Frisca.
Dia mengatakan, saat ini banyak pilihan saham-saham syariah dari semua industri, termasuk saham perbankan syariah. Berdasarkan data BEI per 15 Oktober 2019, terdapat 415 saham yang masuk ke dalam Daftar Efek Syariah (DES). Terakhir, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasukkan PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) ke dalam DES.
Frisca menambahkan, jika investor saham konvensional sudah memutuskan untuk beralih ke syariah, langkah selanjutnya mesti memiliki Sub Rekening Efek (SRE) Syariah. “Saham syariah akan terus bertumbuh, karena didorong oleh faktor jumlah penduduk muslim yang besar,” ungkapnya.
Berdasarkan data terakhir World Bank yang dilansir Maret 2019, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 264 juta jiwa. Sebesar 87 persen beragama Islam dan 64 persen merupakan kelompok produktif. Aset keuangan syariah di Indonesia mencapai USD81 miliar, masih jauh lebih rendah dari Iran sebesar USD545 miliar dan Malaysia USD405 miliar.
Sehingga, menurut Frisca, potensi pertumbuhan pasar modal syariah di Indonesia sangat terbuka, terlebih lagi ada juga produk reksa dana syariah sejak 1997 dan pembentukan Indonesia Sharia Stock Index ( ISSI ) pada tahun 2000 serta adanya regulasi tentang reksa dana saham (ETF) sejak 2013.
Selain itu, jelas dia, potensi pertumbuhan saham syariah juga dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan investor untuk memanfaatkan fasilitas Sharia Online Trading System (SOTS).
“Berdasarkan pengalaman pribadi, profit dari saham konvensional dirasa cepat habis terpakai. Biar profit tidak cepat habis, pegang saham syariah dan juga bisa menjadi lebih hemat,” tuturnya. (sdk)