Kanal24, Malang – Diskusi tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% telah mencuatkan protes dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Salah satu alasan utama adalah kesalahpahaman umum terkait PPN dan Pajak Penghasilan (PPh), dua jenis pajak yang sering kali dianggap sama. Padahal, keduanya memiliki fungsi, penerapan, dan subjek yang sangat berbeda.
Apa Itu PPN?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak konsumsi yang dikenakan pada setiap transaksi barang atau jasa kena pajak di dalam negeri. PPN bersifat tidak langsung, artinya beban pajak ini ditanggung oleh konsumen akhir, bukan oleh pelaku usaha. Namun, pelaku usaha bertanggung jawab untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN kepada pemerintah. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, objek PPN mencakup penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean, impor barang, hingga pemanfaatan jasa luar negeri di dalam negeri.
Contoh penerapan PPN adalah ketika Anda membeli barang di supermarket atau menggunakan jasa tertentu, seperti transportasi online. Harga yang Anda bayarkan biasanya sudah termasuk PPN. Dalam konteks ini, PPN dikenakan untuk meningkatkan kontribusi pendapatan negara dari aktivitas konsumsi.
Apa Itu PPh?
Sebaliknya, Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan langsung kepada individu atau badan usaha atas penghasilan yang diperoleh. PPh bersifat langsung, yang berarti subjek pajaknya adalah orang atau entitas yang menerima penghasilan. Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, laba usaha, dividen, bunga, royalti, atau jenis pendapatan lain yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
PPh memiliki tarif progresif bagi wajib pajak orang pribadi, di mana semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase pajak yang dikenakan. Hal ini berbeda dengan PPN, yang memiliki tarif flat dan berlaku sama untuk semua jenis transaksi barang atau jasa tertentu.
Perbedaan Utama antara PPN dan PPh
PPN dan PPh memiliki perbedaan mendasar dari berbagai aspek. PPN dikenakan pada konsumsi barang atau jasa oleh konsumen akhir, sementara PPh diberlakukan atas penghasilan yang diterima oleh individu atau badan usaha. Dari segi sifat, PPN merupakan pajak tidak langsung yang ditanggung oleh konsumen, tetapi disetor oleh pelaku usaha.
Sebaliknya, PPh adalah pajak langsung di mana wajib pajak membayar langsung berdasarkan penghasilan yang diperolehnya. PPN memiliki tarif flat, sedangkan PPh menggunakan tarif progresif, khususnya bagi wajib pajak orang pribadi. Tujuan utama PPN adalah meningkatkan pendapatan negara dari aktivitas konsumsi, sedangkan PPh berfungsi mengoptimalkan kontribusi dari pendapatan individu dan badan usaha.
Kesalahpahaman sering muncul karena masyarakat melihat istilah “pajak” sebagai beban tambahan tanpa memahami konteksnya. Dalam kasus kenaikan PPN, banyak yang salah mengaitkan dengan PPh, seolah-olah hal ini juga berdampak langsung pada penghasilan yang mereka terima. Padahal, PPN berlaku pada konsumsi, sementara PPh dihitung berdasarkan penghasilan.
PPN dan PPh adalah dua jenis pajak yang berbeda, baik dari segi fungsi maupun penerapannya. Menyadari perbedaan ini penting agar masyarakat dapat lebih memahami kebijakan pajak yang diterapkan oleh pemerintah, termasuk rencana kenaikan tarif PPN. Dengan edukasi yang memadai, diharapkan protes yang muncul lebih bersifat konstruktif, bukan sekadar reaksi atas kesalahpahaman.
Edukasi dan transparansi menjadi kunci untuk menciptakan kesadaran pajak yang lebih baik, sehingga kebijakan fiskal pemerintah dapat berjalan dengan efektif dan mendukung pembangunan nasional.