Kanal24, Malang — Ketergantungan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap makanan olahan rendah gizi menjadi tantangan serius dalam pembangunan kesehatan nasional. Salah satu solusinya adalah pemberdayaan berbasis pangan lokal yang bergizi dan berkelanjutan. Menjawab tantangan ini, mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB) menyelenggarakan Program Doktor Mengabdi (DM) di Pesantren Nurul Fajri, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, dengan mengusung pelatihan fermentasi sayur berbasis kewirausahaan.
Program yang berlangsung pada Rabu (23/7/2025) ini melibatkan 30 santri dari Pondok Pesantren Nurul Fajri. Dengan tajuk “Pembangunan Sentra Produksi Aneka Produk Fermentasi Berbasis Sayur”, para santri dibekali pengetahuan dasar fermentasi, manfaatnya untuk kesehatan, serta strategi pemasaran produk fermentasi berbasis sayuran.

Kegiatan ini digagas oleh tujuh mahasiswa lintas program studi Ilmu dan Teknologi Pangan serta Bioteknologi FTP UB. Tim diketuai oleh Dr. Nur Kusmiyati, S.Si., M.Si. dengan dosen pendamping kedua Prof. Elok Zubaidah, S.TP., MP.
Kegiatan berlangsung sejak pukul 08.00 WIB dimulai dengan pre-test, pemaparan materi, sesi tanya jawab, demonstrasi, hingga post-test. Santri kemudian dibagi menjadi kelompok kecil untuk praktik langsung membuat empat jenis produk fermentasi yaitu kimchi, sauerkraut, acar timun, dan bekasam jamur.
“Selain meningkatkan kesadaran akan manfaat kesehatan, kami ingin mendorong inovasi dan kewirausahaan. Metode fermentasi menambah nilai dan memperpanjang masa simpan sayuran,” ujar Adinda Annisa Dewi, salah satu perwakilan mahasiswa dalam tim Doktor Mengabdi.
Antusiasme santri terlihat dari keterlibatan aktif mereka dalam setiap tahapan praktik, mulai dari memotong hingga meracik sayuran. Bunga, salah satu peserta, menyatakan kegembiraannya, “Kami senang bisa praktik langsung seperti ini. Beberapa produk seperti kimchi dan sauerkraut juga pertama kalinya kami coba.”
Mengantisipasi waktu fermentasi yang memerlukan sekitar tujuh hari, tim mahasiswa juga menyediakan sampel jadi agar para santri bisa langsung mencicipi. “Rasa kimchi-nya asam dan pedas, cocok dinikmati dengan nasi hangat,” kata salah satu santri lainnya.

Dr. Nur Kusmiyati menilai bahwa pelatihan ini dapat menjadi pemicu munculnya wirausahawan muda berbasis pondok pesantren. “Hasil hortikultura Turen sangat berlimpah, jadi potensinya besar,” ungkapnya.
Program ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada poin ke-12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Dengan fermentasi, sayuran yang mudah rusak bisa diolah menjadi pangan tahan lama dan bernilai ekonomi, sehingga turut mengurangi limbah makanan.
K.H. Muhammad Munib, pengelola Pesantren Nurul Fajri, menyampaikan apresiasi atas program ini yang membuka akses praktik langsung bagi para santri. Ia berharap kerja sama ini bisa berlanjut dan meluas ke pesantren lainnya.
Adinda dan rekan-rekannya pun menargetkan replikasi program ke pondok pesantren lain dengan pendekatan kolaboratif. Mereka berharap pelatihan semacam ini bisa menjadi motor penggerak kemandirian santri dan ketahanan pangan berbasis komunitas.