KANAL24, Malang – Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung 1,5 tahun ini, bukan hanya memukul sektor kesehatan dan ekonomi saja, melainkan hampir seluruh sektor kehidupan terkena dampak pandemi tersebut. Salah satunya adalah ruang lingkup rumah tangga. Seperti yang diketahui, hingga saat ini, hampir semua kegiatan mulai dari beribadah, bekerja, dan belajar dilakukan di rumah. Rumah adalah wilayah kekuasaan para ibu yang saat ini telah memiliki lebih banyak tugas dari biasanya. Para ibu ini harus melakukan peran ganda, bukan hanya sebagai ibu rumah tangga saja melainkan harus merangkap sebagai seorang “guru” bagi anak-anaknya yang masih bersekolah, tentunya hal ini harus diimbangi dengan dukungan sosial dari orang-orang terdekat untuk membantu ibu membangun sikap tangguh.
Menanggapi fenomena tersebut, pada hari Sabtu (14/8/2021) kemarin, Tim dosen di Research Group Lingkungan dan Bencana Sosial Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya yang digawangi oleh Genta Mahardhika Rozalinna dan Iwan Nurhadi, melakukan pengabdian masyarakat, perbincangan virtual dengan para ibu dengan topik Pendampingan Peningakatan Resiliensi Ibu Rumah Tangga Menghadapi Beban Berganda selama Pandemi Covid-19 di Kawasan Lingkungan Songgoriti, Kota Batu, Jawa Timur. Pemateri pada kegiatan ini adalah Dr. Lusy Asa Akhrani, M.Psi.T dan dihadiri oleh 15 ibu rumah tangga.
Di diskusi ini, para ibu menjelaskan sejak pandemi covid-19 merebak dan semua kegiatan kini berpusat di rumah bisa dibilang kehidupan mereka berubah cukup drastis. Di sektor ekonomi, mereka cukup terpukul dikarenakan sumber pendapatan utama yang berasal dari sektor pariwisata seperti penyewaan villa dan rumah makan mengalami penurunan pengunjung secara drastis. Beberapa dari mereka memutuskan untuk membuka usaha baru dan mengambil pinjaman uang ke pihak ketiga sebagai upaya pertahanan agar dapur mereka tetap mengepul.
“Jadi ya pinter-pinternya perempuan ngatur uang. Awalnya saya tidak punya warung, setelah pandemi ini pemasukan dari villa berkurang jadilah saya bikin warung kecil-kecilan jualan sosis bakmi sampai nasi goreng. Saya pakai salah satu villa saya untuk buka warung ini” kata Bu Susanti salah satu ibu pemilik villa di Songgoriti.
Di sektor sosial, tingginya anggota keluarga yang lebih intens berada di rumah menjadikan mereka lebih sibuk dari biasanya. Suami yang berada dirumah membuat para istri juga harus melayani dengan baik. Para anak pun juga harus bersekolah di rumah dengan menggunakan metode daring dan hal itu membuat para ibu juga istilahnya “ikut sekolah” karena memiliki tugas bimbingan untuk mendampingi anak dalam mengerjakan tugas. Bagi orang tua yang keduanya berkerja, mereka harus merelakan waktu mereka 1-3 jam untuk bergantian mendampingi kegiatan belajar mengajar anaknya. Belum lagi kasus ketika satu rumah terpaksa melakukan isolasi mandiri dirumah karena terpapar covid-19 sebagai seorang istri, seorang ibu dan seorang anak harus merawat masing-masing dari seluruh anggota keluarga.
Menanggapi cerita yang disampaikan para Ibu rumah tangga tersebut, Lusy mengatakan, pandemi Covid-19 menyadarkan bahwa aktifitas rutin yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga yang saat pandemi melakukan peran ganda perlu didukung oleh orang-orang terdekat, seperti suami dan anak. Hal ini untuk menghindari konflik peran atau tanggung jawab berkepanjangan yang berpotensi menghadirkan konflik psikologis.
“Ibu-ibu rumah tangga di masa pandemi saat ini sering merasakan senang, lelah, capek. Bahkan sepertinya bukan hanya ibu-ibu saja yang mengalami, tapi kita semua juga mengalami. Namun kita perlu memiliki sikap tangguh atau resilience untuk bisa bertahan di masa pandemi ini,” katanya.
Dosen Psikologi FISIP UB itu melanjutkan, penerimaan atas situasi adalah salah satu kunci keberhasilan resilience. Mencari informasi yang akurat amat penting untuk menghindari tekanan psikologis.
Ada tiga rumus sederhana untuk memperkuat resilience. Pertama, adalah “I have” yakni apa yg dimiliki. Di lingkungan tempat tinggal, ada apa dan siapa saja. Contoh : memiliki suami yang supportif, sehingga mampu bekerja sama dalam tugas rumah. Rumus selanjutnya adalah “I am” yang artinya diri sendiri. Apa potensi sebenarnya yang bisa membuat diri kita bangkit dari pandemi. Kemudian ada “I Can” yakni apa yang bisa dilakukan dengan potensi yang dimiliki tadi. Misalnya, seperti yang dikatakan Bu Susiati, ketika pendapatannya mengalami penurunan, namun memiliki potensi memasak, alhasil bisa membuka usaha jualan nasi goreng. (Meg)