KANAL24, Jakarta – PT Indo Premier Investment Management (IPIM) mempertahankan proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir 2021 pada level 6.600, lantaran sejauh ini sebagian besar saham big cap memiliki valuasi yang rendah dan adanya tren kenaikan harga komoditas.
Menurut Investmen Strategist IPIM, Stephan Hasjim, posisi IHSG hingga akhir tahun ini akan berada di level 6.600 atau tetap sejalan dengan proyeksi IPIM yang ditetapkan sejak akhir 2020. Dia mengatakan, optimisme pencapaian target IHSG itu didukung oleh rendahnya valuasi sebagian besar saham big cap dan tren kenaikan harga komoditas global.
“Target IHSG di 2021 tidak berubah dari proyeksi di akhir tahun lalu. Pada proyeksi di level 6.600 ini, memang kami tidak memasukkan faktor atau dampak dari PPKM (PPKM Mikro maupun PPKM Darurat),” kata Stephan dalam diskusi webinar bertajuk “Indonesia Market Outlook: Investment Strategy Amidst The Pandemic” di Jakarta, Kamis (15/7/2021).
Selain itu, lanjut dia, potensi IHSG untuk menuju level 6.600 juga akan ditopang oleh pelaksanaan penawaran umum perdana saham (IPO) di sektor teknologi, terutama perusahaan e-commerce seperti PT Bukalapak.com Tbk ( BUKA ) maupun rencana IPO GOTO yang merupakan merger dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa dan PT Tokopedia.
“Saat ini, pertumbuhan saham-saham small dan medium di sektor teknologi juga menjadi pendorong kenaikan IHSG ,” ujar Stephan sembari mencontohkan bahwa sejumlah saham tersebut terdiri atas emiten PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT DCI Indonesia Tbk (DCII) hingga PT Bank Jago Tbk (ARTO).
Dia menambahkan, sentimen positif yang juga bisa menopang laju IHSG di tahun ini adalah, terkait defisit neraca transaksi berjalan yang tercatat masih sustainable. Serta, pasar obligasi domestik yang resillience, karena peran asing di market domestik sudah lebih terbatas.
Namun demikian, jelas Stephan, pergerakan IHSG di Semester II-2021 akan dibatasi oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini yang sulit untuk mencapai 4,5 persen atau hanya mendekati angka 4 persen. “Sejauh ini proyeksi kami dari IPIM , pertumbuhan ekonomi di 2021 memang masih 4,5 persen. Pertumbuhan sebesar 4,5 persen tidak akan tercapai, karena ada PPKM ,” imbuhnya.
Dia menambahkan, keraguan investor asing untuk masuk ke pasar emerging juga akan membatasi pertumbuhan di bursa saham Indonesia, meski peran asing tidak lagi sebesar tahun-tahun sebelumnya.
“Asing masih ragu-ragu untuk masuk, karena ada ketidakpastian dari kebijakan moneter dari The Fed. Tetapi, IPO di sektor teknologi diharapkan bisa dorong asing untuk masuk ke Indonesia,” ujar Stephan.
Terkait IPO Bukalapak, kata Stephan, pada dasarnya cukup baik bagi calon investor untuk mengoleksi saham berkode BUKA tersebut, karena perusahaan unicorn ini memang baru satu-satunya yang nantinya akan melantai di Bursa Efek Indonesia.
Tetapi, jelas dia, sektor e-commerce yang masuk ke BEI ini merupakan tahap awal dan nantinya ada beberapa perusahaan serupa yang akan lebih dominan. Tetapi, lanjut Stephan, kalau nantinya ada GOTO , maka para investor mungkin bisa mempertimbangkan lagi untuk masuk ke Bukalapak.(sdk)