Kanal24, Malang – Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Malang Raya dan berbagai kelompok masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Malang pada Jumat sore (23/8/2023). Mereka turun ke jalan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dianggap mencederai demokrasi.
Aksi unjuk rasa ini diwarnai dengan orasi bergantian dari perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus di Malang Raya. Selain itu, aksi ini juga dihadiri oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang ikut menyampaikan aspirasi mereka. Massa menolak revisi UU Pilkada dan menegaskan pentingnya mengawal putusan MK agar tidak diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu.
Situasi di lokasi aksi berlangsung panas. Ratusan personel kepolisian sudah dikerahkan untuk berjaga di depan gedung DPRD Kota Malang, sementara barikade dipasang untuk menutup sebagian akses gedung.
Meski begitu, massa berhasil menjebol pagar gedung DPRD setelah sempat dihadang. Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, sempat keluar untuk menemui massa aksi, namun kedatangannya ditolak. Massa menginginkan pertemuan dengan seluruh fraksi DPRD Kota Malang.
Kontroversi RUU Pilkada
Aksi unjuk rasa ini terjadi di tengah polemik terkait keputusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang dinilai menguntungkan partai politik peserta Pemilu 2024, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun yang tidak.
Namun, langkah cepat DPR RI untuk mengubah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 menimbulkan tanda tanya. Publik mempertanyakan mengapa revisi ini dilakukan dengan cepat tanpa mengadopsi sepenuhnya putusan MK.
Pada Rabu, (21/8/2024), Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada dalam Rapat Paripurna DPR RI. Namun, yang mengejutkan adalah draf RUU Pilkada tetap mempertahankan persyaratan bagi partai politik atau gabungan partai politik peraih kursi DPRD, meskipun ketentuan tersebut telah dianulir oleh MK melalui putusan Nomor 60.
Penundaan Pengesahan dan Gelombang Aksi Massa
Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, (22/8/2024), gagal mencapai kuorum sehingga pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang tertunda. Penundaan ini memicu gelombang aksi massa di sejumlah daerah, termasuk di Kota Malang.
Di depan kantor DPRD Kota Malang, ribuan massa dari aliansi mahasiswa Malang Raya, tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat berkumpul untuk menyampaikan aspirasi menolak pengesahan RUU Pilkada. Mereka juga menyatakan dukungan penuh terhadap putusan MK Nomor 60 dan mendesak DPR untuk membatalkan RUU yang dinilai merugikan banyak partai politik peserta Pemilu 2024.
Gelombang aksi massa di Kota Malang menjadi bukti bahwa masyarakat siap mengawal setiap proses legislasi yang berpotensi mempengaruhi demokrasi dan hak politik mereka. Para demonstran menegaskan bahwa aspirasi mereka harus didengar dan diakomodasi oleh wakil rakyat di DPR, dan menolak setiap upaya yang dianggap mengancam prinsip-prinsip demokrasi.
Situasi di Kota Malang menunjukkan bahwa publik tidak akan tinggal diam ketika hak-hak mereka terancam. Gelombang protes ini adalah tanda kuat bahwa masyarakat Indonesia ingin melihat proses legislasi yang transparan dan demokratis, yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.(din/fan)