Kanal24, Malang – Penyakit jantung koroner masih menjadi pembunuh utama di Indonesia, bahkan dunia. Meski berbagai pendekatan klinis dan terapi telah dikembangkan, serangan jantung tetap menyisakan masalah serius, salah satunya adalah kerusakan sel otot jantung yang sulit dipulihkan. Persoalan ini mendorong perlunya pendekatan terapi yang tidak hanya efektif, tetapi juga terjangkau bagi masyarakat luas.
Berangkat dari kegelisahan klinis tersebut, Dr. dr. Budi Satrijo, Sp.JP, Subsp. K.I. (K), FIHA, FAsCC, FAPSC—spesialis jantung intervensi—melakukan terobosan riset untuk mengevaluasi manfaat kolkisin, obat lama yang dinilai punya potensi baru dalam menangani kerusakan sel jantung akibat serangan jantung.
Riset tersebut menjadi inti dari disertasi doktoralnya yang dipresentasikan dalam Sidang Terbuka Disertasi Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB), Selasa (22/7/2025) di Auditorium Lantai 6 Gedung A FKUB.

Kolkisin: Obat Lama, Harapan Baru
Disertasi Dr. Budi Satrijo mengusung judul: “Efek Pemberian Kolkisin dalam Inhibisi Aktivasi NF-KB, Caspase-1 dan IL-18 melalui Jalur NLRP3-Inflammasome pada Piroptosis Model Sel H9c2 dengan Hipoksia Kimiawi.” Penelitian ini berfokus pada piroptosis—sebuah mekanisme kematian sel terprogram yang bersifat inflamasi—yang diyakini menjadi salah satu faktor perusak jaringan otot jantung pasca serangan jantung.
Dalam presentasinya, Dr. Budi menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun praktik sebagai spesialis jantung, ia menjumpai kasus di mana pasien tetap mengalami kerusakan jantung meskipun sudah mendapat penanganan maksimal. Ia kemudian meneliti potensi kolkisin—obat yang telah lama digunakan untuk penyakit lain seperti gout—sebagai agen terapi alternatif. “Kolkisin ternyata memiliki potensi yang sangat baik dalam menghambat proses inflamasi melalui jalur inflammasom NLRP3,” ujarnya.
Riset ini dilakukan secara in vitro menggunakan sel H9c2 yang diberi kondisi hipoksia kimiawi, menyerupai situasi sel jantung yang kekurangan oksigen saat serangan jantung terjadi. Hasilnya menunjukkan bahwa kolkisin mampu menurunkan aktivasi protein inflamasi seperti NF-KB, Caspase-1, dan IL-18, serta menurunkan laju piroptosis.
“Obat ini murah, sudah tersedia, dan berpotensi menjembatani gap klinis dalam terapi serangan jantung. Saya berharap hasil riset ini bisa menjadi landasan uji lanjut baik pada hewan hingga ke tahap uji klinis,” tambahnya.

Langkah Menuju Terapi Klinis Inovatif
Prof. Dr. dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K), FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI, selaku penguji tamu dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, menyambut baik riset ini. Menurutnya, penemuan jalur kerja kolkisin melalui mekanisme piroptosis menjadi pintu masuk baru dalam riset kardiovaskular.
“Penyakit jantung koroner selama ini memang banyak ditangani melalui pendekatan farmakologi, intervensi, hingga genetik. Namun tetap saja menyisakan residual iskemia yang berujung pada gagal jantung. Riset Dr. Budi memberikan perspektif segar dan menjanjikan,” terang Prof. Yudi.
Ia menambahkan bahwa jalur inflamasi yang dibongkar dalam penelitian ini bisa menjadi dasar pengembangan terapi yang lebih presisi. Dengan kemampuan kolkisin menghambat inflamasi dan mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut, potensi penggunaannya sebagai standar terapi di masa depan sangat terbuka lebar.
Apresiasi dan Harapan Pengembangan Riset
Sidang terbuka ini dihadiri oleh civitas akademika FK UB, kolega klinis, serta keluarga dan rekan sejawat Dr. Budi Satrijo. Di tengah kesibukannya sebagai klinisi, Dr. Budi berhasil menyelesaikan studi doktoralnya dan memproduksi riset yang relevan secara langsung terhadap praktik klinis di lapangan.
“Riset ini bukan hanya kontribusi bagi dunia akademik, tapi juga menjadi harapan bagi pasien dan sistem kesehatan nasional,” ujar salah satu dosen penguji.
Dalam penutup presentasinya, Dr. Budi menyampaikan harapan agar hasil riset ini bisa dikembangkan lebih lanjut dengan kolaborasi lintas institusi dan dukungan dari pemerintah maupun industri farmasi.
“Saya ingin hasil ini benar-benar bisa diterapkan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Kita butuh inovasi yang tidak hanya canggih, tapi juga bisa diakses semua lapisan,” tegasnya.
Dengan penelitiannya yang aplikatif dan berorientasi pada kebutuhan lapangan, Dr. Budi Satrijo resmi menyandang gelar doktor dari Universitas Brawijaya. Ia menjadi teladan peneliti-klinis yang membuktikan bahwa antara pelayanan dan inovasi ilmiah bisa berjalan beriringan demi kemajuan pelayanan kesehatan di Indonesia.(Din/Daf)