Kanal 24, Malang — Kekhawatiran terhadap risiko keuangan di Indonesia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Data Global Asia Insurance Partnership (2022) menunjukkan bahwa kesenjangan perlindungan di kawasan Asia Pasifik telah mencapai 886 miliar dolar Amerika, meningkat 38 persen dalam lima tahun terakhir. Angka ini menggambarkan selisih besar antara kebutuhan perlindungan masyarakat dengan perlindungan yang benar-benar dimiliki. Indonesia sendiri menyumbang hampir separuh dari total kesenjangan tersebut, menandakan masih banyak keluarga yang rentan secara finansial.
Presiden Direktur Sun Life Indonesia, Albertus Wiroyo, menekankan bahwa generasi produktif saat ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks. “Kami memahami bahwa generasi produktif saat ini menghadapi berbagai tantangan finansial, biaya hidup yang terus meningkat, ketidakpastian masa depan, hingga kebutuhan akan warisan yang terencana,” ujarnya dalam peluncuran produk baru, Rabu (27/8/2025).
Baca juga:
BI: Investasi dan Ekspor Jadi Penopang Ekonomi 2025
Literasi Tinggi, Tapi Perencanaan Masih Rendah
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa literasi keuangan di kalangan usia 18–35 tahun tergolong tinggi. Kelompok usia 18–25 tahun mencatat skor literasi 74,05 persen, sedangkan kelompok usia 26–35 tahun mencapai 89,96 persen.
Meski begitu, tingginya literasi tidak serta-merta membuat masyarakat menyiapkan rencana keuangan jangka panjang. Data Sun Life Asia Financial Resilience Index 2025 mengungkapkan bahwa 55 persen masyarakat Indonesia belum memiliki rencana keuangan lebih dari satu tahun, dan hanya 9 persen yang sudah menyiapkan rencana keuangan lebih dari sepuluh tahun.
Kondisi ini diperparah oleh inflasi yang tinggi. Sebanyak 92 persen responden survei Sun Life mengaku terdampak langsung oleh inflasi, sehingga lebih banyak fokus pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari daripada menyiapkan masa depan.
Dominasi Generasi Produktif
Berdasarkan proyeksi BPS, periode 2020–2030 merupakan masa bonus demografi di mana 68 persen penduduk Indonesia berada pada usia produktif. Kondisi ini membuka peluang besar bagi hadirnya produk keuangan dan perlindungan yang lebih inklusif dan fleksibel.
Melihat peluang tersebut, PT Sun Life Financial Indonesia meluncurkan Sun Proteksi Heritage 100, sebuah produk asuransi jiwa tradisional yang dirancang untuk memberikan perlindungan hingga usia 100 tahun sekaligus membantu masyarakat mempersiapkan warisan secara lebih terencana. “Sun Proteksi Heritage 100 kami rancang sebagai solusi nyata yang dapat diakses lebih mudah, terjangkau, memberikan manfaat lebih, dan relevan untuk semua kalangan,” jelas Albertus Wiroyo.
Selain itu, Sun Life bersama CIMB Niaga menghadirkan Asuransi X-Tra Plan Protection. Produk ini memberikan perlindungan jiwa hingga 14 kali premi tahunan dengan manfaat hidup berupa pembayaran reguler, serta fleksibilitas premi selama 5 atau 10 tahun. Menariknya, proses pengajuan asuransi ini tidak memerlukan pemeriksaan medis hingga batas Rp2,5 miliar, cukup dengan menjawab pertanyaan kesehatan sederhana.
Chief Partnership Distribution Officer Sun Life Indonesia, Octavianus Ariwan, menyebut produk ini sebagai jawaban bagi generasi muda yang ingin proteksi tanpa proses rumit. “Banyak masyarakat, terutama generasi produktif, ingin memiliki proteksi namun tidak ingin proses yang rumit atau komitmen pembayaran jangka panjang,” ujarnya (19/8/2025).
Gen-Z Paling Rentan
Meski mendominasi populasi produktif, generasi muda masih menghadapi banyak tantangan finansial. Laporan Sun Life Asia Financial Resilience Index edisi kedua menunjukkan bahwa Gen-Z menjadi kelompok paling rentan secara finansial. Hanya 49 persen Gen-Z yang merasa aman secara finansial, jauh di bawah Baby Boomer yang mencapai 63 persen.
Chief Client and Distribution Officer Sun Life Indonesia, Kah Jing Lee, menjelaskan bahwa rendahnya rasa aman finansial pada Gen-Z disebabkan oleh kompleksitas situasi ekonomi saat ini. “Gen Z memiliki waktu yang panjang untuk merancang masa depan keuangan mereka, tetapi banyak dari mereka justru diliputi kekhawatiran dan keraguan. Mereka tumbuh dalam era ekonomi yang penuh ketidakpastian dan tekanan biaya hidup yang tinggi,” jelasnya (27/6/2025).
Selain itu, 29 persen Gen-Z tidak mencari bantuan atau nasihat keuangan sama sekali, tertinggi dibandingkan generasi lain. Padahal, kelompok ini juga paling membutuhkan panduan. Menariknya, 21 persen Gen-Z mulai menggunakan aplikasi berbasis kecerdasan buatan untuk konsultasi keuangan, menunjukkan pola baru dalam mencari solusi finansial.
Fokus Jangka Pendek
Di tengah tekanan inflasi, orientasi keuangan masyarakat pun bergeser. Sebanyak 62 persen responden survei Sun Life menyatakan bahwa prioritas utama mereka adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perencanaan pensiun, yang sebelumnya menjadi tujuan kedua, kini turun ke posisi kelima. Sementara itu, menabung untuk dana darurat menempati urutan kedua dengan 42 persen responden menjadikannya prioritas.
Namun, rendahnya kesiapan perencanaan jangka panjang tetap menjadi masalah besar. Lebih dari separuh responden belum memiliki rencana keuangan lebih dari satu tahun, sedangkan hanya 9 persen yang mempersiapkan rencana hingga lebih dari sepuluh tahun ke depan.
Baca juga:
FIA UB Edukasi Investasi Emas untuk UMKM Malang Raya
Membangun Ketahanan Finansial
Kondisi ini menunjukkan bahwa literasi tinggi belum tentu sejalan dengan ketahanan finansial. Inflasi, kebutuhan harian, dan minimnya perencanaan jangka panjang membuat masyarakat masih berada dalam situasi rentan.
Albertus Wiroyo menekankan pentingnya solusi keuangan yang inklusif. “Melalui pendekatan yang inklusif, Sun Life ingin memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk membangun kemapanan finansial dan menjalani hidup yang lebih sehat,” katanya.
Bonus demografi yang dimiliki Indonesia hingga 2030 bisa menjadi momentum penting. Jika generasi muda dapat diarahkan untuk menyusun rencana finansial jangka panjang, maka peluang menuju masyarakat yang lebih tangguh secara ekonomi akan semakin terbuka. (han)