Kanal24, Malang – Pemerintah pusat mengalokasikan dana sebesar Rp1.333 triliun pada tahun 2025 untuk membantu warga miskin dan kelompok masyarakat bawah. Anggaran raksasa ini disalurkan melalui berbagai program perlindungan sosial, akses pembiayaan, hingga layanan dasar, sebagai bagian dari komitmen menjaga daya beli dan kesejahteraan masyarakat di tengah gejolak ekonomi global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dana tersebut masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dan seluruhnya diarahkan agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat. “Anggaran pemerintah pusat yang langsung dinikmati oleh masyarakat, terutama kelompok bawah, mencapai Rp1.333 triliun untuk tahun ini,” kata Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 di Jakarta, Rabu (13/8/2025), dikutip dari Antara News.
Baca juga:
Tarif Impor 19% AS, Tantangan atau Peluang Baru?
Ia merinci bahwa alokasi tersebut mencakup berbagai program strategis seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial (bansos) sembako, akses pembiayaan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, hingga dukungan terhadap ketahanan pangan dan energi. Program-program ini, menurutnya, didesain untuk menjangkau langsung kelompok yang paling rentan terhadap perubahan ekonomi.
“Pemerintah tidak hanya fokus pada penyaluran bantuan tunai, tetapi juga memastikan bahwa rakyat mendapat layanan publik yang memadai, seperti kesehatan dan pendidikan, serta fasilitas untuk mengembangkan usaha,” tambahnya.
Rencana Kenaikan 2026
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa alokasi dana untuk masyarakat bawah pada tahun 2026 direncanakan lebih besar lagi dibanding 2025. Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan rincian angka tersebut pada pidato kenegaraan yang dijadwalkan dua hari ke depan. “Untuk tahun depan, angkanya akan lebih besar lagi,” ucapnya.
Dalam pembahasan terakhir dengan DPR, pemerintah menetapkan proyeksi belanja negara 2026 di kisaran 14,19–14,83 persen dari produk domestik bruto (PDB). Porsi belanja pemerintah pusat berada pada 11,41–11,94 persen PDB, sementara transfer ke daerah (TKD) dipatok pada 2,78–2,89 persen PDB. (Tirto.id)
Realisasi Belanja Semester I 2025
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, hingga semester I 2025, realisasi belanja negara telah mencapai Rp1.407,1 triliun atau 38,8 persen dari target APBN. Angka ini terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.006,5 triliun dan TKD senilai Rp400,6 triliun.
Meski tumbuh tipis sebesar 0,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (ekonomi.bisnis.com), Sri Mulyani menilai tren ini sejalan dengan strategi fiskal pemerintah yang bersifat countercyclical. “Di tengah ketidakpastian global, kita tetap menjaga belanja untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan melindungi masyarakat rentan,” ujarnya.
Selain perlindungan sosial, belanja negara juga diarahkan pada program prioritas nasional seperti pendidikan, kesehatan, penguatan ekonomi daerah, pemberdayaan desa dan UMKM, hingga program makan bergizi gratis (MBG) untuk anak sekolah. Di sektor strategis, dana difokuskan pada penguatan ketahanan pangan dan energi. (Antara News)
Defisit Terkendali
Hingga akhir Juni 2025, APBN mencatat defisit sebesar Rp197 triliun atau 0,81 persen PDB. Defisit ini masih berada jauh di bawah ambang batas 3 persen PDB sebagaimana diatur dalam undang-undang (nasional,kontan.co.id). Kementerian Keuangan juga mencatat keseimbangan primer yang surplus sekitar Rp52,8 triliun, yang berarti defisit hanya disebabkan oleh pembayaran bunga utang, bukan penambahan pokok utang.
Pendapatan negara pada semester I 2025 mencapai Rp1.210,1 triliun atau sekitar 40 persen dari target, turun sekitar 9 persen dibanding tahun lalu. Penurunan ini terutama disebabkan perlambatan penerimaan pajak akibat moderasi harga komoditas global dan penyesuaian kebijakan perpajakan. (merdeka.com)
Komitmen Perlindungan Sosial
Pemerintah menegaskan bahwa belanja perlindungan sosial seperti PKH dan bansos sembako akan tetap menjadi prioritas, bahkan saat penerimaan negara mengalami tekanan. Program ini dinilai mampu menjaga konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam PKH, misalnya, keluarga penerima manfaat (KPM) mendapatkan bantuan rutin yang disesuaikan dengan komponen rumah tangga seperti jumlah anak sekolah, lansia, dan penyandang disabilitas. Sementara bansos sembako membantu rumah tangga memenuhi kebutuhan pangan pokok dengan harga yang lebih terjangkau (finance.detik.com).
Akses pembiayaan bagi UMKM juga menjadi fokus. Pemerintah menyalurkan kredit bersubsidi dan memperluas program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong pelaku usaha kecil tetap beroperasi dan berkembang, terutama di sektor produktif (antaranews.com)
Baca juga:
Sambal Cumi, Laut Wates: Kiprah Mahasiswa UB Bangkitkan Ekonomi Pesisir
Tantangan dan Harapan
Meski anggaran untuk warga miskin besar, tantangan terbesar adalah memastikan efektivitas penyaluran agar tepat sasaran. Data penerima harus terus diperbarui untuk menghindari inclusion error (mereka yang tidak berhak tetapi menerima bantuan) maupun exclusion error (mereka yang berhak namun tidak menerima).
Ekonom menilai, keberlanjutan kebijakan fiskal ekspansif ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah menjaga rasio utang terhadap PDB tetap terkendali, sekaligus meningkatkan penerimaan pajak melalui reformasi administrasi dan perluasan basis pajak.
Di sisi lain, belanja yang diarahkan pada sektor produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan UMKM diharapkan menciptakan efek jangka panjang berupa peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan daya saing ekonomi daerah. (han)