Kanal 24, Malang — Universitas Brawijaya (UB) melalui Subdirektorat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (SLDPI) membuka kelas Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) level dasar pada Selasa (9/9/2025). Kegiatan ini menjadi langkah nyata untuk membangun lingkungan kampus yang lebih inklusif, khususnya bagi mahasiswa Tuli dan pendamping yang mendampingi mereka dalam aktivitas akademik maupun non-akademik.
Pentingnya Kelas BISINDO
Ketua pelaksana pelatihan, Wahyu Diny Sujannah, menjelaskan bahwa kelas BISINDO sangat penting bagi kampus. Menurutnya, banyak mahasiswa Tuli yang membutuhkan akses komunikasi agar kegiatan sehari-hari lebih lancar.
Baca juga:
Zona Integritas Kampus dalam Sorotan Buku Baru
“Pelatihan ini penting diadakan untuk meningkatkan kemampuan pendamping dalam berbahasa isyarat, mengingat cukup banyak mahasiswa Tuli yang kuliah di UB. Dengan begitu, komunikasi antar madif Tuli dan pendamping dapat lebih lancar dan efektif,” ujarnya.
Wahyu menambahkan, pelatihan ini juga bisa menjadi langkah awal untuk mencetak calon Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang akan membantu mahasiswa Tuli dalam berbagai kegiatan di kampus.
Hal senada juga disampaikan oleh Sinta Swastikawara dari layanan internal SLDPI. Ia menekankan bahwa kebutuhan JBI di UB semakin besar. “Jumlah madif Tuli yang membutuhkan akses JBI cukup banyak. Kelas ini kami buka sebagai langkah awal mengenalkan BISINDO kepada para volunteer. Oleh karena itu kelas ini dimulai dari level dasar,” jelasnya.
Baik Wahyu maupun Sinta berharap kelas ini bisa berkelanjutan. Ke depan, SLDPI merencanakan pelatihan hingga level menengah dengan syarat peserta mampu menyelesaikan level dasar.

Peran Guru Tuli
Menariknya, kelas ini dipandu langsung oleh guru Tuli. Salah satunya adalah Fasya Hariyuda Pratama, mahasiswa Sistem Informasi angkatan 2023. Ia menjelaskan bahwa saat ini materi difokuskan pada dasar BISINDO karena masih banyak mahasiswa baru Tuli maupun volunteer yang belum mengenalnya, terutama versi Malang.
“Menurut saya, sangat penting belajar BISINDO agar bisa berkomunikasi atau berinteraksi antara mahasiswa dan masyarakat. BISINDO adalah bagian dari budaya Tuli yang mengandalkan visual, bukan suara,” ungkapnya melalui penerjemah.
Fasya berharap suatu saat mahasiswa Tuli maupun volunteer bisa menjadi mentor atau JBI. Ia memberi pesan motivasi, “Tetap semangat belajar BISINDO, belajar BISINDO itu benar-benar seru lho. Mari kita inklusif dan setara.”
Selain Fasya, guru Tuli lainnya, Jesslyn Alvina Limanto dari Ilmu Komunikasi FISIP, menekankan bahwa kelas harus dimulai dari dasar agar peserta memiliki pondasi kuat. “Awalnya dulu karena mereka masih belum bisa isyarat dasar. Baru setelah lolos level 1, bisa lanjut ke level 2 dengan sertifikat,” jelasnya.
Jesslyn berharap peserta serius mengikuti kelas dan bisa menjadi JBI. “Target saya anak-anak bisa jadi JBI sebisa mungkin. Harapannya semua tetap belajar isyarat walaupun kelas sudah selesai,” pesannya.
Suara dari Peserta
Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari peserta, baik Tuli maupun Dengar. Moh. Fajrul Hakam Hidayat, mahasiswa Desain Grafis dari Fakultas Vokasi, mengaku senang bisa ikut serta.
“Ternyata seru banget kalau ada acara belajar bahasa isyarat BISINDO dari Malang. Sebenarnya saya ingin banget tahu dan belajar tentang ini,” ujarnya.
Bagi Fajrul, bahasa isyarat adalah cara komunikasi yang mudah dipahami. “Bahasa isyarat itu berkomunikasi menggunakan gerakan tangan dengan visual mata, lebih mudah dipahami,” katanya. Ia berharap ke depan budaya BISINDO semakin berkembang. “Semoga budaya bahasa isyarat BISINDO lebih terbaik lagi dan membanggakan untuk kita,” tambahnya.
Sementara itu, dari peserta Dengar, Raisah Ajeng Nisrina dari Fakultas Ilmu Kesehatan angkatan 2023, menilai kelas ini sebagai kesempatan berharga. “Menurut saya, pembukaan kelas isyarat ini jadi awal yang besar untuk kami teman-teman Dengar. Kami bisa belajar bahasa dan budaya baru, dan tentunya semakin memperdalam rasa inklusivitas,” ungkapnya.
Bagi Raisah, bahasa isyarat bukan sekadar komunikasi, tetapi juga seni. “Bahasa isyarat bisa menjadi jembatan antara teman Tuli dengan teman Tuli, juga antara teman Tuli dengan teman dengar,” jelasnya. Ia pun memiliki cita-cita menjadi juru bahasa isyarat profesional. “Harapan saya bisa mengembangkan kemampuan isyarat dan menambah relasi teman Tuli. Suatu hari nanti saya ingin jadi JBI profesional,” katanya penuh semangat.
Baca juga:
Rektor UB Lantik Wakil Dekan Baru, Perkuat Sinergi Fakultas
Menuju Kampus Inklusif
Kelas BISINDO level dasar ini bukan sekadar pelatihan bahasa, tetapi juga langkah strategis menuju kampus inklusif. Melalui kegiatan ini, UB menunjukkan komitmennya untuk menyediakan akses komunikasi bagi semua mahasiswa.
Para narasumber sepakat bahwa BISINDO bukan hanya bahasa, tetapi juga jembatan untuk memahami budaya Tuli. Dengan semakin banyak mahasiswa yang mampu berbahasa isyarat, ekosistem kampus inklusif dapat terwujud, di mana semua perbedaan dirangkul dengan kesetaraan.