KANAL24, Malang – S&P Global Ratings berpendapat, krisis virus korona berpotensi menggerus kemampuan ekonomi seluruh Asia Pasifik senilai USD211 miliar. Dampak wabah Covid-19 yang disebabkan virus tersebut bisa mendorong sejumlah negara Asia ke bibir jurang resesi.
“Penyebaran Covid-19 global yang lebih luas akan memperpanjang kejatuhan ekonomi di Asia-Pasifik.” “Kerugian akan didistribusikan ke seluruh rumah tangga, perusahaan, bank, dan pemerintah,” ungkap S&P Global seperti dikutip CNBC , Jumat (6/3/2020)
Australia, Hong Kong, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand, “akan memasuki atau berada di ambang resesi,” tulis S&P Global, dalam laporannya. Lembaga pemeringkat itu juga memangkas perkiraan pertumbuhan untuk Cina dari 5,7% untuk 2020, menjadi 4,8%.
“Beberapa kegiatan ekonomi akan hilang selamanya, terutama untuk sektor jasa,” S&P menambahkan.
Disebutkan pula bahwa, perekonomian Hong Kong, Singapura, Thailand, dan Vietnam akan sangat terpukul, karena besarnya peran sektor pariwisata pada PDB negara-negara itu, rata-rata hampir 10% per tahun.
Turis-turis China menyumbang banyak pengunjung ke negara-negara itu.
Perekonomian negara-negara itu juga sangat berisiko terpapar oleh gangguan rantai pasokan di industri elektronik dan otomotif. Meskipun secara bertahap pabrik-pabrik di China mulai memulihkan operasi dan produksi, tetapi rantai pasokan telah terganggu secara signifikan karena banyak perusahaan menempatkan fasilitas manufaktur utamanya di China.
Sementara itu, permintaan di banyak negara terpukul oleh menurunnya kunjungan konsumen ke pusat-pusat belanja, toko dan restoran yang berdampak pada penurunan angka penjualan ritel. Sektor perjalanan dan wisata mengalami tekanan hebat, karena banyak konsumen yang membatalkan liburan, dan penundaan perjalanan di sebagian besar perusahaan.
“Guncangan permintaan berpusat pada konsumen yang menjadi tidak mampu atau tidak mau berkunjung ke tempat umum atau bepergian ke luar negeri,” tulis S&P Global. “Guncangan pasokan berkaitan dengan ketidakmampuan perusahaan untuk melanjutkan operasi karena fasilitasnya telah terganggu oleh pembatasan pemerintah atau infeksi karyawan.”
Asosiasi Transportasi Udara Internasional memperkirakan jika Covid-19 terus menyebar, maskapai penerbangan bisa kehilangan pendapatan hingga USD113 miliar tahun ini. Angka itu terbilang terbesar sejak krisis keuangan 2008.
Namun, S&P Global meyakini perekonomian akan dapat bangkit kembali pada akhir tahun 2021, jika muncul sinyal pada kuartal kedua tahun ini bahwa penyebaran virus korona di seluruh dunia sudah dapat diatasi.
“Kami berasumsi bahwa virus korona tidak akan secara permanen merusak tenaga kerja, persediaan modal, atau produktivitas – oleh karena itu perekonomian Asia Pasifik harus dapat mempekerjakan sebanyak mungkin orang dan menghasilkan sebanyak mungkin output pada akhir tahun 2021, seperti yang akan terjadi jika tidak ada virus,” papar laporan itu.
Salah satu “penguat” besarnya goncangan terhadap ekonomi, menurut S&P, adalah kemmpuan pembiayaan. Ketersediaan sumber danapinjaman untuk membiayai aktivitas bisnis merupakan risiko terbesar di tengah meningkatnya volatilitas dan kejatuhan harga saham.
“Jika dalam situasi ini, bank menjadi semakin berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman, guncangan sektor riil di Asia Pasifik bisa semakin kuat,” tulis S&P Global dalam laporan itu.(sdk)