Kanal 24, Malang — Pemerintah meluncurkan Program Sapi Merah Putih sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan kualitas sapi perah Indonesia. Menariknya, program ini berjalan tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan melalui kolaborasi berbagai pihak.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menegaskan hal tersebut saat acara peluncuran di Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (29/8/2025). “Di sini tidak pakai uang APBN. Ini bebas APBN,” ungkapnya.
Baca juga:
Mahasiswa UB Dorong Legalitas UMKM Mulyoarjo
Program ini merupakan hasil kerja sama Bappenas dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) serta PT Moosa Genetika Farmindo. Dukungan pendanaan datang dari PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menandatangani nota kesepahaman dengan PT Moosa terkait pemanfaatan layanan perbankan.
Model Gotong Royong
Rachmat menyebut pola kerja sama ini sebagai contoh nyata model gotong royong dalam membangun sektor peternakan. Menurutnya, negara tidak bisa hanya mengandalkan APBN untuk menopang semua kebutuhan pembangunan. “APBN hanya pengungkit saja. Dana bisa datang dari masyarakat, UMKM, korporasi besar, sampai BUMN,” jelasnya.
Untuk menjaga kepercayaan pihak perbankan, program ini dilengkapi dengan skema asuransi. “Kepercayaan bank harus dijaga dengan asuransi. Asuransi pun harus dijaga, jangan rugi,” tegasnya. Ia juga mengingatkan agar PT Moosa mengelola program ini dengan profesional agar tidak merugikan mitra perbankan.
Bagi Rachmat, kolaborasi semacam ini adalah cara baru membangun kemandirian pangan di tengah keterbatasan anggaran negara. “Saya bersyukur bank mau percaya kepada peneliti dan peternak untuk bersama-sama mengembangkan sapi merah putih,” ucapnya.
Cita-Cita Revolusi Putih
Rachmat menuturkan bahwa ide pengembangan sapi perah unggul sejalan dengan cita-cita Presiden Prabowo Subianto. Sejak lama, Prabowo memiliki gagasan revolusi putih, yakni membangun generasi sehat dengan asupan gizi berbasis susu. Namun kenyataannya, produksi susu dalam negeri masih jauh dari cukup.
Ia mengenang, pada 1995 Balai Embrio Ternak (BET) di Cipelang, Bogor berhasil melahirkan 50 sapi kembar identik. Dari situ muncul gagasan untuk mengembangkan sapi unggul dengan teknologi transfer embrio. “Kini kita sudah punya 120 sapi unggul. Ini modal besar untuk memperbaiki mutu genetik sapi perah Indonesia,” ujarnya.
Menurut Rachmat, ilmuwan Indonesia sudah mampu menemukan teori dan praktik perbaikan genetik sapi. Targetnya adalah menghasilkan sapi yang lebih produktif, tahan penyakit, serta mampu beradaptasi dengan kondisi iklim tropis.
Mengejar Ketertinggalan
Deputi Bidang Pangan, SDA, dan Lingkungan Hidup Bappenas, Leonardo A. A. Teguh Sambodo, menjelaskan populasi sapi perah nasional saat ini sekitar 540 ribu ekor. Sebanyak 80 persen di antaranya dipelihara oleh peternakan rakyat dengan produktivitas rata-rata 10-12 liter per ekor per hari. Angka tersebut masih jauh dari potensi optimal.
“India sudah memulai perbaikan genetika sapi sejak 1970-an, Amerika Serikat pada 1945, dan Tiongkok di era 1980-an. Kita perlu mengejar ketertinggalan agar produksi susu nasional meningkat,” kata Leonardo.
Menurutnya, keterlibatan berbagai pihak seperti IPB, PT Moosa, dan BRI merupakan langkah penting untuk mempercepat pengembangan sapi perah unggul. “Kalau kita serius, Indonesia bisa mengejar bahkan menyaingi negara lain dalam industri peternakan sapi,” ujarnya.
Harapan untuk Peternakan Rakyat
Lebih dari sekadar proyek riset, Program Sapi Merah Putih diarahkan untuk memperkuat peternakan rakyat. Sebab mayoritas sapi perah di Indonesia dipelihara oleh peternak kecil dengan keterbatasan modal, teknologi, dan akses pasar.
Melalui program ini, diharapkan lahir sapi-sapi perah yang produktif, sehingga pendapatan peternak bisa meningkat. Selain itu, kualitas susu yang dihasilkan juga lebih baik, sehingga masyarakat luas dapat memperoleh gizi yang cukup dengan harga terjangkau.
Rachmat menekankan bahwa semangat gotong royong adalah kunci utama. “Kalau hanya mengandalkan APBN, kita tidak akan cukup. Tapi dengan kolaborasi, kita bisa membangun peternakan rakyat yang tangguh,” katanya.
Baca juga:
BRI Sosialisasikan Layanan Payroll dan Asuransi
Menuju Swasembada Susu
Indonesia hingga kini masih mengimpor susu dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kehadiran sapi perah unggul diharapkan dapat menekan ketergantungan impor sekaligus membuka peluang ekspor produk susu di masa depan.
“Program ini bukan hanya soal sapi, tapi juga soal masa depan bangsa. Generasi kita harus sehat dan kuat. Dan susu adalah salah satu kunci penting,” pungkas Rachmat.
Dengan langkah awal Program Sapi Merah Putih, Indonesia optimistis dapat melahirkan generasi sapi unggul yang mampu menopang kemandirian pangan serta memperkuat industri peternakan berbasis rakyat. (han)