Kanal24, Malang – Pada Seminar Ikatan Alumni (IKA) Universitas Brawijaya (UB) yang bertemakan “Peluang dan Tantangan Sawit sebagai Industri Strategis Penjaga Ketahanan Pangan dan Energi” pada hari Kamis (10/08/2023) di Auditorium Gedung F Lantai 7 Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) UB. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang menjadi pemateri, Abdul Ghofar, SE., MSi, MAcc., DBA., Ak., CA menyampaikan bahwa sawit menjadi komoditas utama penghasil devisa negara.
Abdul Ghofar menyampaikan materi bertajuk “Peran Sawit dalam Kesejahteraan Masyarakat dan Keuangan Negara”. Ia menjelaskan bahwa di negara Indonesia ada dua komoditas utama, yakni sumber daya alam dan perkebunannya adalah sawit. Selain itu, juga ada manufacturing teknologi menengah. Itu adalah andalan ekspor Indonesia sebagai penghasil devisa.
“Ada dua komoditas utama kita. Pertama, sumber daya alam. Satu lagi, adalah perkebunannya adalah sawit,” ujar Ghofar.
Namun, jika dilihat beberapa tahun belakangan seperti yang telah ditunjukkan dalam materi seminar pada 7 hingga 8 tahun terakhir, sebenarnya penentu utama untuk Indonesia bisa surplus itu karena sawit. Jika sawit tidak bisa diekspor, maka neraca perdagangan Indonesia bisa menjadi negatif. Hal ini berarti, secara penghasil devisa, sawit merupakan penentu. Oleh karena itu, sawit disebut sebagai komoditas strategis untuk perdagangan internasional.
Kemudian jika dilihat beberapa provinsi yang memproduksi sawit itu memiliki tingkat PDB pertumbuhan yang lebih besar daripada kabupaten, kota, atau provinsi yang tidak memproduksi sawit. Sehingga, secara umum memang ada beberapa provinsi yang memproduksi sangat besar tetapi kemiskinannya juga tinggi. Namun, secara umum, provinsi yang memproduksi sawit besar maka pertumbuhan ekonominya besar kemudian kemiskinannya itu di bawah rata-rata nasional.
“Secara umum, provinsi yang memproduksi sawit besar, maka pertumbuhan ekonominya besar kemudian kemiskinannya itu di bawah rata-rata nasional, seperti misalnya Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. Itu kan penghasil sawit besar dan tingkat kemiskinannya juga di bawah rata-rata,” terang Ghofar.
Hal tersebut dikarenakan provinsi yang memproduksi sawit menyerap tenaga kerja cukup besar. Secara langsung sekitar 2,5 hingga 7,5 juta. Tetapi, jika secara tidak langsung sekitar 16 juta penyerapan tenaga kerjanya untuk penghasil devisa yang besar tersebut. Jadi, sawit itu strategis untuk neraca perdagangan Indonesia dan strategis untuk pengurangan kemiskinan di Indonesia. (nid)