KANAL24, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tingkat produktifitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang diukur dalam satuan total factor productivity (TFP) masih cukup rendah. Bahkan TFP hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6 persen.
Selebihnya pertumbuhan ekonomi lebih ditopang oleh faktor investasi, ekspor – impor, konsumsi rumah tangga dan lainnya.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Margo Yuwono, mengatakan dibandingkan dengan negara lainnya, kontribusi TFP terhadap pertumbuhan ekonomi masih kalah jauh. Di Korea, kontribuai TFP ini terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 30 persen, China sebesar 45 persen, Jepang 32 persen dan di Hongkong kontribusi TFP mencapai 17 persen. Oleh sebab itu BPS mengapresiasi gebrakan pemerintah untuk mulai mendorong peningkatan kualitas SDM Indonesia melalui berbagai program yang diimplementasikan melalui Kementerian dan Lembaga.
“Yang jadi faktor penting adalah kualitas dari SDM, jadi pembangunan SDM harus diutamakan karena akan menjadi faktor penentu untuk meningkatkan daya saing yang bisa jadi pendorong terhadap pertumbuhan ekonomi. Kita masih kalah dengan Korea dan negara sahabat lainnya,” kata Margo dalam paparannya pada acara Pertemuan Tematik Bakohumas dengan tema Peran Sentral Bakohumas dalam Pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019).
Lebih lanjut, untuk mencapai tingkat kualitas SDM yang unggul BPS mencatat banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintah untuk dapat diselesaikan dalam jangka pendek sebelum masuk pada momentum bonus demografi pada 2030 mendatang. Salah satu tantangannya adalah angka stunting yang masih tinggi yaitu 27,70 persen. Kemudian gizi buruk pada balita yang mencapai 3,9 persen.
“Tantangan untuk citpakan SDM berkualitas adalah kita punya angka stunting yang tinggi, ini bisa berpengaruh pada kognitif anak lalu gizi buruk, jadi stunting dan gizi buruk masih menghantui pada usia – usia balita kita,$ ulas Margo.
Selain itu, lanjut Margo Yuwono, adalah angka pra sekolah pada anak yang juga masih rendah yaitu sekitar 37,9 persen pada anak usia 3 – 6 tahun. Tantangan lainnya adalah pendidikan dasar belum mampu diakses oleh masyarakat secara menyeluruh. Tingkat pendidikan SD baru mencapai 97,6 persen dan SMP 78,8 persen.
Selanjutnya, tantangan lain adalah tingkat mutu pendidikan yang masih rendah sehingga output dari institusi pendidikan kerap tidak mampu bersaing di pasar kerja dan dunia global. Bahkan parahnya lagi tingkat kemampuan yang rendah (low skilled) SDM terdapat hampir di semua sektor.
“Tantangan besar itu harus bisa dibereskan untuk kita bisa jadi negara maju, PR – PR besar itu harus diselesaikan secepatnya,” pungkas Margo. (sdk)