oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Bencana dalam perspektif teologis bukanlah semata proses alamiah rasional melainkan berhubungan dengan perilaku hidup manusia. Dalam pandangan teologis, lingkungan alam semesta berada dalam ruang kefitrahan yaitu tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah swt :
تُسَبِّحُ لَهُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ ٱلسَّبۡعُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ وَإِن مِّن شَيۡءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفۡقَهُونَ تَسۡبِيحَهُمۡۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورٗا
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (QS. Al-Isra’, Ayat 44)
Tasbih alam semesta adalah segala bentuk ketundukannya kepada Sang Pencipta. Udara menghembuskan angin bisa jadi adalah bentuk tasbihnya kepada Sang Maha Pencipta. Begitu pula dengan Matahari yang menyinari bumi, pepohonan yang terus tumbuh menjulang, air yang terus mengalir, bumi yang berputar pada porosnya hingga planet-planet yang berjalan di garis edarnya. Semua yang ada di langit dan di bumi bergerak sebagaimana sunnatullah dan semua itu adalah bentuk tasbih mereka serta jalan ketaatannya kepada Sang Pencipta alam semesta, itulah fitrah alam semesta.
Karena semua makhluk yang ada di muka bumi adalah menjalankan ketaatan pada Sang Penciptanya maka segala tindakan manusia yang keluar dari ketaatan sejatinya adalah berlawanan dengan fitrah alam semesta. Bentuk penolakan alam semesta adalah berupa bencana demi bencana, untuk mengingatkan penduduk manusia yang bermukim diatasnya dan bernaung di bawahnya agar segera sadar dan kembali untuk tidak melakukan tindakan penentangan dan kedhaliman atau bahkan kemungkaran.
Artinya bahwa bencana apapun yang dihadapi oleh manusia di muka bumi sebenarnya adalah bentuk respon langit dan bumi dan segala apa yang ada di antara keduanya atas perilaku manusia yang melakukan penentangan atas perintah Allah. Dengan keberadaan bencana itu diharapkan manusia sadar atas kesalahan dan penentangannya dan segera kembali kepadaNya, dengan banyak melakukan istighfar dan pertaubatan kemudian berbenah diri melakukan perbaikan.
Untuk itulah tidak ada bencana apapun yang terjadi di muka bumi kecuali hal itu adalah sebab ulah tangan manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah swt :
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum, Ayat 41)
Secara gamblang Allah swt memberikan informasi kepada manusia bahwa segala bencana yang terjadi adalah sebab ulah tangan manusia, bimaa kasabat aidin naas. Dan semua bencana itu dimaksudkan agar manusia segera kembali sadar atas perbuatannya sehingga bersedia mengevaluasi diri, merubah diri untuk kembali ke jalan yang benar sebagaimana yang telah diatur oleh Allah swt.
Informasi penting tentang sebab-sebab terjadinya bencana disebutkan oleh Allah swt adalah dengan istilah bimaa kasatab aidin naas mengandung arti bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana alam disebabkan oleh faktor manusia. Yaitu antara lain sebab :
1. Dosa manusia dan perbuatan maksiat mereka. Perbuatan Maksiat adalah bentuk penolakan atas kebenaran dan kesombongan atas ajaran kebenaran yang telah disampaikan kepada mnnusia melalui para Nabi nya. Sebagaimana diinformasikan oleh Allah swt di dalam FirmanNya :
فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ الأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُون
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ankabuut, ayat 40)
Al-Qur’an telah mengisahkan dalam banyak ayatnya tentang kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, kaum Tsamud, kaum ‘Ad, kaum Madyan, Fir’aun, Haman, dan Qarun . Mereka tercatat sebagai manusia-manusia yang perkasa, kuasa, dan kaya raya. Tapi mereka sombong dan durhaka karena telah banyak berbuat maksiat dan keluar dari jalan kebenaran sebagaimana yang telah dianjurkan oleh para Nabi. Disebutkan dalam hadits dari Imam Ahmad meriwayatkan :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “إِذَا ظَهَرَتِ الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي، عَمَّهم اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ”. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا فِيهِمْ أُنَاسٌ صَالِحُونَ؟ قَالَ: “بَلَى”، قَالَتْ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ؟ قَالَ: “يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسُ، ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ”
Dari Ummu Salamah, dia berkata :
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Bila perbuatan- perbuatan maksiat di tengah umatku telah nyata, maka Allah akan menimpakan azab-Nya kepada mereka secara merata.” Ia berkata, “Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bukankah di tengah mereka itu ada orang-orang yang shalih.?’ Beliau menjawab, “Benar.” Ia berkata lagi, “Bagaimana jadinya mereka.?” Beliau bersabda, “Apa yang menimpa orang-orang menimpa mereka juga, kemudian nasib akhir mereka mendapatkan ampunan dan keridlaan dari Allah.” (HR Ahmad).
2. Sebab kedhaliman yaitu perbuatan yang melampaui dari jalan kebenaran sebagaimana yang telah digariskan dalam ajaran agama.
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ.
“dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman”. (Quran Surat Al Qhashash ayat 59).
Sementara di dalam hadits disebutkan bahwa
عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَهْلِكُ وفينا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: (نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ”.
Dari Zainab binti Jahsy bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan dibinasakan padahal ada orang-orang shalih di tengah kami.?” Beliau menjawab, “Ya, bila keburukan telah demikian banyak.” (HR. Muslim)
Disaat kedhaliman telah merajalela sementara kalangan orang baiknya (para cerdik pandai dan.ulamanya) berdiam diri tidak melakukan amar makruf nahi mungkar. Kegiatan dakwah tidak laksanakan dengan sempurna yaitu manakala hanya sebatas mengajak pada kebaikan sementara mereka yang berdakwah dengan mencegah pada kemungkaran dibatasi bahkan cemderung dilarang maka kehancuran akan terjadi yang tidak hanya menimpa kalangan orang buruknya saja namun mereka orang-orang shalih pun juga akan mengalami akibatnya. Allah SWT menjelaskan dalam Firman-Nya :
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب.
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfaal, ayat 25)
Mengomentari ayat ini, Ibnu ‘Abbas berkata, “Allah memerintahkan kepada kaum Mukminin agar tidak mendiamkan saja kemungkaran terjadi di sekitar mereka sehingga azab tidak menimpa secara merata kepada mereka. Hal demikian ibarat seseorang yang sedang mengarungi sebuah lautan atau samudera dengan sebuah perahu. Disaat ada orang yang sedang melobangi perahu itu namun para penumpangnya diam dan membiarkan perilaku demikian, maka dapat dipastikan bahwa perahu itu akan tenggelam dan yang akan menerima akibatnya adalah semua penumpang sekalipun di dalam perahu itu ada banyak orang baik yang tidak ikut melubangi perahu. Untuk itu dikatakan bahwa kemungkaran akan semakin merajalela bukan sebab tidak adanya kebaikan namun karena diamnya orang-orang baik di kalangan mereka. Artinya manakala kedhaliman telah merajalela sementara orang baiknya diam atau bahkan dibungkam untuk menyuarakan penolakan atas kedhaliman dan kemungkaran yang ada maka berarti penduduk negeri itu telah rela untuk mengundang datangnya bencana.
3. Bencana juga bisa disebabkan karena kecerobohan manusia, yaitu kesalahan dalam mengelola kehidupan. Seperti halnya eksplorasi yang berlebihan serta kesalahan dalam mengelola potensi. Manusia adalah makhluk kreatif yang selalu mengeksplorasi potensi diri dan alam melalui kemampuan berpikir dan intelektualitasnya. Namun karena kecerobohan dirinya mengakibatkan datangnya bencana. Sebagai contoh eksplorasi alam yang dilakukan dan sebab kecerobohan menyebabkan terjadinya bencana alam seperti terus keluarnya lumpur dalam skala massif. Atau karena kemampuannya dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui riset-riset tentang virus ataupun energi nuklir yang pada awalnya untuk kepentingan kesejahteraan hidup manusia, namun karena sebab kecerobohannya berubah menjadi bencana. Misal kebocoran dari pusat-pusat studi tentang virus ataupun energi nuklir dan sejenisnya yang lain.
4. Penyebab bencana bisa pula karena konspirasi jahat manusia dalam membuat kerusakan. Salah satu sifat manusia semenjak awal penciptaan sebagaimana yang dikhawatirkan oleh malaikat adalah sifat buruknya dalam membuat kerusakan di muka bumi dengan segala kemampuan dan potensi yang diberikan padanya. Manusia yang telah diberi akal pikiran adakalanya mereka menggunakannya untuk kebaikan sehingga dengan akal itu menjadikan mereka kelompok ummat yang bersedia tunduk pada kebaikan dan kebenaran. Namun pada sebagian lainnya dengan potensi yang mereka miliki adakalanya pula dipergunakan untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan tujuan untuk memuaskan kepentingan hawa nafsunya belaka. Pada kelompok yang kedua ini Allah swt memberikan informasi tentang siapa mereka. Sebagaimana dalam FirmanNya :
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا فَإِذَا جَاء وَعْدُ أُولاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَّنَا أُوْلِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُواْ خِلاَلَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَّفْعُولاً ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاء وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوؤُواْ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُواْ الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوْاْ تَتْبِيرًا عَسَى رَبُّكُمْ أَن يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدتُّمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا
“Dan Telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi Ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”. Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, kami datangkan kepadamu hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya kami kembali (mengazabmu) dan kami jadikan Neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.” ( QS al-Israa’, ayat 4-8)
Firman Allah swt ini secara gamblang memberikan informasi bahwa bangsa israel atau kaum yahudi adalah kelompok yang suka membuat kerusakan di muka bumi hingga akhir zaman. Dengan kepandaiannya mereka merancang berbagai kerusakan di muka bumi untuk memuaskan nafsu mereka. Bahkan tidak jarang berbagai peristiwa bencana kemanusiaan di muka bumi selalu dikaitkan dengan mereka seperti peperangan, penyebaran virus, kekacauan dunia dan sebagainya. Bahkan dalam pespektif konspirasi secara spesifik disebutkan adanya kelompok dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama kelompok illuminati, sebuah organisasi rahasia Yahudi yang bergerak di bawah tanah, menjalankan segenap agenda Zionisme untuk menentukan arah peradaban manusia guna membentuk “tatanan dunia baru” ( Novus ordo seclorum) dan “Pemerintahan Satu Dunia” ( E Pluribus Unum) di bawah kepemimpinan kaum Yahudi. Dan untuk tercapainya tujuan tersebut maka cara yang dilakukannya adalah membuat banyak kerusakan dan bencana di muka bumi agar semuanya menjadi tunduk pada kepentingan mereka.
Semua penyebab tersebut merujuk pada apa yang disebut oleh Allah swt dengan istilah bimaa kasabat aidin naas, sebab ulah tangan manusia. Namun tidak ada satupun peristiwa di muka bumi termasuk kecuali atas seijin Allah swt yang kesemua itu dengan maksud agar manusia kembali ke jalan Nya, dengan menyadari atas segala kesalahan, maksiat yang perbuat, kedhaliman yang jalani termasuk kecerobohan yang dilakukan. Dan kemudian kembali taat mengikuti aturan dan ajaran kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah swt Sang Pencipta Kehidupan.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB