Penyesalan itu selalu hadir di akhir perjalanan, namun penyesalan diakhir itu tiada guna. Sementara peringatan demi peringatan telah disampaikan sejak semula agar tidak terus terjerumus ke lembah kenistaan. Namun bisikan hawa nafsu terlalu kuat menguasai dan lebih keras terdengar daripada ajakan dan panggilan kebaikan yang disuarakan di mimbar-mimbar pengajian, di panggung-panggung ceramah, di media-media sosial dan pekikan takbir lewat corong-corong masjid. Seakan semua tak terdengar dibandingkan bisikan keburukan yang lamat-lamat terdengar.
Hidup di dunia ini ibarat masa menanam, dan hidup di akhirat adalah masa menuai. Kalau tidak maksimal menanam kebaikan, bagaimana mungkin bisa menuai kebahagiaan ?. Sebuah penyesalan atas ketidakmaksimalan usaha saat masa lalu merupakan sebuah keanehan. Bagaimana mungkin seseorang merasa menyesal sementara dirinya memang telah memilih jalan itu semenjak awalnya.
Kata penyesalan dalam alquran selalu menggunakan kata layta yang artinya sebuah harapan yang tidak mungkin akan terwujud (lit tamanniy). Berbeda dengan perbuatan baik di dunia yang sedang diupayakan, semisal puasa yang berharap taqwa, Allah swt menggunakan kata harapan yang pasti terwujud (lit tarajjiy), yaitu la’alla.
Penggunaan kata layta, digunakan oleh Allah untuk sebuah harapan yang tidak akan terujud, sehingga menimbulkan penyesalan. Sebagaimana FirmanNya :
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya andaikan kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” (QS. Al-Ahzab: 66)
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Dia mengatakan, ‘Alangkah baiknya andaikan aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.’” (QS. Al-Fajr: 24)
Bagaimana mungkin seseorang menyatakan penyesalan, sementara sebelumnya telah diingatkan oleh Allah swt bahwa kehidupan ini tidak berjalan dalam kesia-siaan melainkan semua akan kembali padaNya dan dimintai pertanggungjawaban.
Setiap orang pasti pernah terpeleset dari jalan yang lurus, jangan terus merasa nyaman dalam keburukan dan kemaksiatan, segeralah bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Pastilah Allah swt menerima pertaubatannya selama nafas masih belum sampai di tenggorokan. Sebagaimana sabda nabi :
إن الله يقبل توبة العبد مالم يغرغر
“Sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya seorang hamba selama belum terjadi ghargharah (nyawa/nafas sudah kerongkongan)”. (HR. Tirmidzi)
Selagi ada waktu, maka pergunakanlah untuk kebaikan dan mendekat padaNya. Sehingga semenjak awal nabi mengingatkan kepada kita agar mengoptimalkan waktu sebaik-baiknya selagi ada kesempatan untuk berbuat baik agar jangan sampai datang penyesalan di akhir perjalanan langkah. Nabi mengingatkan kepada kita atas 5 hal semenjak awal agar tidak terjadi penyesalan nantinya. Nabi bersabda :
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya)
Pergunakanlah waktu sebaik mungkin, optimalkan untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi sesama. Karena kehidupan di dunia adalah sangat pendek, maka selagi ada waktu yang tersisa, marilah jadikan waktu yang ada untuk tunduk dijalanNya dan istiqomah memperjuangkan agamaNya.
Jangan seperti mereka yang ada di neraka yang menyesal amat sangat karena saat selagi di dunia tidak digunakannya untuk kebaikan dan baru tersadar untuk berubah setelah dilempar ke neraka, lalu bagaimana mungkin Allah menerimanya sementara waktu tak akan kembali lagi dan kesempatan telah pernah diberikannya dahulu namun dia sia siakan. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَهُمۡ يَصۡطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخۡرِجۡنَا نَعۡمَلۡ صَٰلِحًا غَيۡرَ ٱلَّذِي كُنَّا نَعۡمَلُۚ أَوَلَمۡ نُعَمِّرۡكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ ٱلنَّذِيرُۖ فَذُوقُواْ فَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٍ
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (Dikatakan kepada mereka), “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zhalim tidak ada seorang penolong pun.” (QS. Fathir : 37)
Di awal langkah, peringatan demi peringatan telah disampaikan, maka penyesalan di akhir langkah adalah sebuah kesia-siaan dan tiada guna. Sehingga hanya kesadaran untuk merubah diri disetiap saat mendapatkan peringatan atas kesalahan, maka itulah jalan solusi agar menyesal di kemudian hari.
Semoga Allah swt menganugerahkan kebaikan dan selalu membimbing diri kita di jalanNya. Semoga Allah swt meridhoi setiap langkah kita. Aamiiin..
KH. Akhmad Muwafik Saleh Dosen Fisip UB Malang dan Penulis Produktif