Kanal24 – Dalam industri musik yang kerap diwarnai dengan gemerlap popularitas dan tekanan kesempurnaan, hadirnya lagu “Love Me” dari penyanyi muda Tefa menjadi napas segar yang mengusung pesan keberanian, penerimaan diri, dan cinta yang berawal dari dalam. Dirilis awal tahun 2025, lagu ini tak hanya menjadi karya musikal semata, tetapi juga menjadi refleksi perjalanan pribadi Tefa dalam memahami makna mencintai diri sendiri.
Perjalanan Emosional di Balik ‘Love Me’
“Love Me” bukan sekadar lagu pop bernuansa R&B modern dengan beat yang nyaman di telinga. Lagu ini lahir dari pengalaman nyata Tefa, yang pernah merasa tidak cukup baik di mata publik maupun dirinya sendiri. Dalam sebuah wawancara, Tefa mengungkapkan bahwa lagu ini ditulis pada masa ia sedang bergulat dengan rasa insecure, tekanan sosial media, dan standar kecantikan yang tak masuk akal.
Baca juga:
Lagu Legendaris Titiek Puspa Masih Eksis
“Aku sempat terlalu sibuk berusaha jadi versi sempurna dari diri yang sebenarnya bukan aku. ‘Love Me’ jadi semacam pengingat—bahwa aku layak dicintai, terutama oleh diriku sendiri,” ujar Tefa.
Lirik-liriknya lugas namun penuh makna: “Even when I fall, even when I cry / I’ll still be here, loving me tonight.” Kalimat sederhana namun kuat itu menjadi mantra penyemangat banyak pendengarnya—terutama generasi muda yang kerap merasa terjebak dalam ekspektasi dunia luar.
Nuansa Musik yang Personal dan Intim
Secara musikal, Love Me memadukan elemen-elemen elektronik minimalis dengan vokal Tefa yang lembut namun tegas. Lagu ini diproduseri oleh Raka Mahendra, musisi independen yang dikenal dengan pendekatan musik yang jujur dan emosional. Aransemen lagu tidak dibuat megah, justru cenderung sederhana—seolah membiarkan pesan dari lagu ini menjadi pusat perhatian.
Kesan intim yang ditampilkan memperkuat atmosfer kejujuran dalam lagu. Pendengar seperti diajak duduk di ruang pribadi Tefa, menyimak curahan hatinya tanpa sekat. Inilah kekuatan utama Love Me—kesederhanaan yang menyentuh.
Resonansi dengan Pendengar
Sejak dirilis, Love Me telah mendapatkan sambutan hangat dari pendengar, terutama di platform digital. Banyak pendengar yang membagikan kisah pribadi mereka di kolom komentar video musik atau media sosial, mengungkapkan bagaimana lagu ini membantu mereka berdamai dengan luka batin dan memperbaiki cara mereka memandang diri sendiri.
Tidak sedikit pula yang menyebut lagu ini sebagai “lagu penyembuhan” atau “soundtrack self-love mereka.” Hal ini menunjukkan bahwa Love Me bukan hanya karya yang indah didengar, tapi juga memiliki dampak emosional yang kuat.
Cinta Diri sebagai Pesan Sentral
Dalam lanskap musik yang seringkali menjual romansa atau heartbreak sebagai tema utama, Love Me berdiri sebagai pernyataan tegas: bahwa cinta paling penting adalah cinta yang kita berikan kepada diri sendiri. Tefa tidak hanya bernyanyi tentang self-love, tapi menjadikannya bagian dari proses kreatif dan hidupnya.
Lagu ini juga bisa dilihat sebagai kritik halus terhadap budaya perfeksionisme, terutama yang diperkuat oleh media sosial. Lewat Love Me, Tefa mendorong pendengarnya untuk tidak hanya merayakan pencapaian, tapi juga menerima kekurangan sebagai bagian dari diri yang utuh.
Langkah Baru dalam Karier Tefa
Sebagai musisi muda, Love Me menandai babak baru dalam perjalanan musikal Tefa. Ia tidak lagi hanya dikenal lewat suara merdunya, tapi juga sebagai seniman yang berani jujur dan rentan dalam karyanya. Lagu ini memperlihatkan kematangan artistik dan emosional, yang menjanjikan karya-karya lebih dalam dan relevan di masa depan.
Tefa sendiri mengatakan bahwa Love Me adalah pembuka dari mini album yang sedang ia siapkan, dengan tema besar: healing and growing. Ia ingin menciptakan musik yang tidak hanya enak didengar, tapi juga bermakna bagi jiwa.
Baca juga:
Komang : Perjalanan Cinta yang Tersimpan dalam Lagu, Kini Hidup di Layar Lebar
Love Me adalah lebih dari lagu; ia adalah pengakuan, penguatan, dan pelukan untuk setiap hati yang pernah merasa tidak cukup. Lewat lagu ini, Tefa bukan hanya mengajak kita untuk menyanyikan nada-nada manis, tetapi juga untuk mulai berkata pada diri sendiri: “Aku pantas dicintai, dan itu dimulai dari aku.”
Di dunia yang terus meminta kita untuk berubah agar diterima, Love Me hadir sebagai pengingat lembut—bahwa mencintai diri sendiri bukanlah bentuk egoisme, melainkan fondasi untuk mencintai dunia dengan lebih utuh. (rey)