KANAL24, Jakarta – Maraknya skandal yang menimpa berbagai perusahaan asuransi di Indonesia menjadi momentum agar negara melakukan perombakan serius. Negara harus melakukan reformasi secara menyeluruh di industri jasa keuangan.
Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, Ryan Kiryanto, mendukung rencana Presiden Joko Widodo untuk melakukan reformasi secara menyeluruh di industri jasa keuangan. “Bisa copy paste kisah sukses reformasi perbankan pasca krisis moneter pada 1997 – 1998,” kata Ryan , di Jakarta, Sabtu (17/1/2020).
Menurutnya, sejak dihantam krisis keuangan yang dasyat pada masa itu, pemerintah melakukan perombakan besar – besaran dalam pengaturan industri perbankan. Terjadi seleksi alam yang mengurangi jumlah perbankan di Indonesia. Pada saat sebelum 1998, jumlah bank di Indonesia mencapai 240 perusahaan.
“Kini kita melihat jumlah bank kita sudah menyusut tinggal 115 bank. Kita melihat industri perbankan kita sudah tumbuh dengan sehat. Nasabah perbankan kin relatif terlindungi dengan baik,” jelas Ryan.
Pemerintah menurutnya bisa membangun semacam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di industri perbankan. Keberadaan LPS selama ini hanya untuk melindungi nasabah perbankan. Ke depan, bisa juga pemerintah membentuk Lembaga Penjamin Polis.
Selain itu harus ada regulasi yang lebih ketat dalam mengatur industri jasa keuangan non bank. Misalkan mengatur bagaimana perusahaan asuransi kalau mau investasi di instrumen saham, reksa dana dan obligasi. “Misal kalau harus investasi di saham, minimal di LQ 45 atau Kompas 100,” tegas Ryan.
Menurut Ryan bisa jadi para pelaku kejahatan di industri jasa keuangan memang melihat selama ini banyak celah yang bisa ditembus dalam regulasi industri jasa keuangan non bank. Karena untuk mencari celah di industri perbankan sudah sulit, kini mereka mencari celah di sektor jasa keuangan yang lain.
“Jadi bisa jadi bukan karena regulatornya kedodoran dalam melakukan pengawasan. Tetapi karena secara hukum, si pelaku memang tidak melakukan pelanggaran karena dia memanfaatkan celah dari kelonggaran aturan yang ada,” tutup Ryan.
Sebagaimana diketahui, Jumat (16/1), Presiden Joko Widodo mengutarakan perlunya reformasi di industri jasa keuangan. Reformasi tersebut harus dilakukan secara menyeluruh sebagaimana yang pernah dilakukan pada industri perbankan pada kurun 2000-2005 yang membawa imbas positif bagi perekonomian nasional.
“Baik itu dari sisi pengaturan, sisi pengawasan, sisi risk management, semuanya harus diperbaiki dan dibenahi. Tapi butuh waktu, enggak mungkin setahun-dua tahun. Sisi permodalannya juga. Sehingga muncul kepercayaan dari masyarakat terhadap perasuransian kita,” jelas Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Presiden Jokowi meminta semua pihak untuk memberikan waktu bagi penyelesaian persoalan yang membelit Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) PT Asuransi Jiwasraya. “Ya tadi saya sampaikan, ini sakitnya sudah lama sehingga penyembuhannya juga tidak langsung sehari dua hari, juga butuh waktu. Berikan waktu kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Menteri BUMN , Menteri Keuangan untuk menyelesaikan ini. Tetapi sekali lagi, kita ngomong apa adanya, membutuhkan waktu. Tapi insyaallah selesai,” kata Jokowi.
Jokowi tidak memberi target waktu untuk penyelesaian kasus gagal bayar yang dialami oleh Jiwasraya. Namun, ia menekankan bahwa hal terpenting adalah pelayanan kepada nasabah, kepada rakyat kecil.
“Enggak ada, target saya selesai. Yang penting selesai, terutama untuk nasabah-nasabah, rakyat kecil,” imbuh Jokowi. (sdk)