KANAL24, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kepentingan kesehatan dan ekonomi tak bisa dipertentangkan dalam penanggulangan pandemi Covid-19.
Mengorbankan salah satu dari dua kepentingan tersebut, sama-sama bisa mengancam jiwa masyarakat.
Sri Mulyani mengatakan realita yang dihadapi pemegang kebijakan negara, tidak selalu pilihan kebijakan yang diambil adalah antara yang baik dan buruk. Seringkali pilihan yang dihadapi adalah antara pilihan yang buruk dan pilihan yang kurang buruk. Kondisi ini terjadi dalam penanggulangan pandemi virus korona di Indonesia.
“Bisa jadi pilihan dua-duanya sama-sama begitu penting. Kita seharusnya tidak memilih salah satunya. Dalam menanggulangi Covid-19, kita tidak bisa mengorbankan salah satunya, antara kesehatan dengan ekonomi,” kata Sri Mulyani saat memberikan Keynote Speech dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Widyaiswara Indonesia, secara virtual Rabu (16/9/2020).
Sri Mulyani menegaskan pemerintah tidak bisa mengatakan ekonomi lebih penting dari kesehatan, pun begitu pula sebaliknya kesehatan lebih penting dari ekonomi. Kedua hal tersebut sama-sama bisa mengancam jiwa manusia apabila diabaikan. “Kesehatan bisa mengancam jiwa manusia melalui penyakit Covid-19, sebaliknya ekonomi juga bisa mengancam jiwa manusia apabila terjadi penurunan pendapatan mereka,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 telah berlangsung selama tujuh bulan dan meningkatkan jumlah pengangguran maupun angka kemiskinan di Indonesia.
“Kemiskinan Indonesia sempat menyentuh 9,4%, terendah dalam sejarah Indonesia. Sekarang sudah kembali ke level 9,78%,” ujar Sri Mulyani.
Oleh sebab itulah, selain dimensi kesehatan, pemerintah sangat mengedepankan penanggulangan dimensi sosial ekonominya. Awalnya, dampak pandemi Covid-19 yang mulai muncul di Wuhan, China, hanya terasa di industri pariwisata dengan jatuhnya kunjungan turis mancanegara. Begitu penyebaran pandemi virus korona meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dengan epicentrum di Pulau Jawa, ini menyebabkan tantangan ekonomi nasional begitu berat.
“Covid-19 ini kalau berjalan begitu lama, maka sektor korporasi dan individu masyarakat tidak bisa lagi membayar cicilan kredit pinjaman, dampaknya akan terasa ke sektor jasa keuangan. Apakah itu perbankan maupun industri jasa keuangan non bank,” jelas Sri Mulyani.
Tekanan terhadap penerimaan negara juga tidak terhindarkan. Ketidakmampuan korporasi maupun individu membayar pajak akibat tekanan ekonomi pandemi Covid-19 akan menekan penerimaan perpajakan negara. “Sehingga reformasi perpajakan juga perlu untuk terus diakselerasi. Kita sudah memulainya di sektor digital,” tutur Sri Mulyani.(sdk)