Kanal24, Malang – Ketidakpastian ekonomi global kembali memanas di kuartal II tahun 2025. Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat memicu serangkaian kebijakan kontroversial yang mengguncang pasar keuangan global. Dari kebijakan tarif yang meluas hingga pemangkasan pegawai federal oleh Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), kepercayaan konsumen dan proyeksi pertumbuhan ekonomi kini berada dalam bayang-bayang keraguan.
Chief Investment Officer DBS, Hou Wey Fook, dalam proyeksi awal tahun ini menyebut 2025 akan menjadi tahun dengan volatilitas tinggi—dan prediksi itu terbukti benar. Pasar yang semula euforia usai pemilu kini menghadapi kenyataan pahit: indeks S&P membalik arah, imbal hasil Treasury AS menurun, dan dolar AS (greenback) kehilangan kekuatannya. Di Eropa, hubungan transatlantik yang telah lama terjalin juga terguncang, memicu reorientasi kebijakan fiskal Jerman dari konservatif ke arah stimulus besar-besaran.
Baca juga:
Trump Hentikan Pendanaan VOA, Kebebasan Media AS Dipertaruhkan
Melihat dinamika tersebut, DBS melakukan dua perubahan besar dalam strategi portofolionya untuk menghadapi kuartal kedua 2025. Pertama, porsi saham AS dikurangi menjadi underweight untuk 3 bulan ke depan, meskipun tetap mempertahankan overweight dalam jangka waktu 12 bulan. Fokus tetap pada sektor teknologi dan layanan kesehatan yang dianggap masih punya prospek jangka panjang.
Kedua, porsi saham Eropa ditingkatkan menjadi overweight untuk jangka pendek 3 bulan, meski dalam jangka panjang masih underweight. DBS melihat peluang besar di sektor pertahanan, layanan kesehatan, teknologi, dan keuangan Eropa yang kini bangkit dari bayang-bayang kebijakan ketat sebelumnya.
Strategi ini juga bertujuan untuk menghindari ketergantungan berlebih pada saham-saham teknologi raksasa AS seperti Apple, Amazon, Nvidia, dan Microsoft yang selama ini mendominasi pasar. Diversifikasi dipandang sebagai kunci untuk bertahan di tengah badai kebijakan Trump 2.0 dan ketidakpastian geopolitik global.
Selain saham, DBS juga menyarankan investor untuk memperkuat eksposur mereka pada emas dan aset privat. Harga emas mengalami lonjakan tajam akibat meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven. Emas dinilai mampu menjaga nilai portofolio saat pasar mengalami guncangan, terutama ketika risiko de-dolarisasi dan defisit fiskal AS terus membayangi.
Dalam jangka menengah hingga panjang, DBS merekomendasikan portofolio 40/30/30 (40% saham, 30% obligasi, 30% aset alternatif) yang terbukti lebih stabil dibandingkan portofolio tradisional 60/40 selama masa krisis. Berdasarkan data dari Desember 2007 hingga September 2023, portofolio ini mencatat volatilitas lebih rendah, yaitu 9,3% dibandingkan 11,4%.
Faktor baru yang memperkeruh situasi adalah komoditisasi kecerdasan buatan (AI). Peluncuran model bahasa DeepSeek pada Januari 2025 membawa revolusi baru dengan biaya yang lebih rendah namun performa bersaing dengan model terkemuka seperti ChatGPT-4o. Ini menyebabkan koreksi di sektor teknologi karena hambatan masuk menurun dan persaingan meningkat, terutama bagi perusahaan Big Tech yang selama ini bergantung pada skala besar.
Namun, DBS memandang tren ini sebagai peluang jangka panjang. Berdasarkan paradoks Jevons, semakin efisien teknologi, maka permintaan justru meningkat. Dalam konteks AI, ini membuka peluang adopsi massal dan percepatan inovasi teknologi global, terutama di sektor pendidikan, layanan kesehatan, dan manufaktur.
Menghadapi badai tarif, ancaman de-dolarisasi, dan potensi pelonggaran suku bunga The Fed, DBS mempertahankan posisi overweight untuk obligasi, khususnya obligasi investment grade (IG) dengan peringkat A/BBB yang dinilai akan diuntungkan jika terjadi pemangkasan suku bunga lebih dalam.
Baca juga:
Mengantisipasi Guncangan Trump
Sementara itu, untuk eksposur saham, DBS tetap netral secara keseluruhan, namun menyarankan tetap percaya pada potensi jangka panjang saham teknologi AS dan mulai melihat peluang baru di pasar Tiongkok dan Eropa. Diversifikasi portofolio lintas wilayah, sektor, dan kelas aset menjadi strategi utama dalam menghadapi ketidakpastian global kuartal kedua ini.
Sebagai penutup, DBS CIO menekankan pentingnya sikap adaptif dan rasional dalam menghadapi dinamika pasar yang berubah cepat. Strategi investasi yang terukur dan beragam akan menjadi tameng utama menghadapi dampak ekonomi dari kebijakan politik yang tidak dapat diprediksi. (nid)