KANAL24, Malang – Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki menyebutkan ekspor produk UMKM Indonesia lebih rendah daripada negara-negara tetangga, saat ini ekspor produk UMKM Malaysia sebesar 19 persen, Vietnam 20 persen, Filipina 20 persen, Srilanka 20 persen, Thailand 29.5 persen, dan Pakistan 25 persen. Data ini Ia tampilkan pada penyelenggaraan International Halal & Thayyib Conference, Rabu (27/11/2019) di UB.
Pemerintah ingin ada lompatan dalam 5 tahun kedepan, salah satu peluang besar adalah di industri halal. Sekarang bukan hanya negara-negara muslim saja yang ingin merebut market halal ini tetapi juga negara-negara non-muslim. Di dunia, industri halal memiliki potensi besar sekitar 4.500M USD pada 2017 dan diprediksi meningkat pada tahun 2023 menjadi 6.000M USD.
Posisi Indonesia di sektor industri pariwisata halal berada pada nomor 4 dunia, Indonesia nomor 2 dunia di sektor industri busana muslim dan nomor 10 di keuangan syariah. Sedangkan, untuk produk makanan halal belum masuk 10 besar. Ini ironi karena Indonesia kaya dengan SDA, mestinya unggul di industri makanan dan minuman.
“Pada ratas tentang pemberdayaan UMKM, Presiden berharap UMKM dapat tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar. Dalam hal pengembangan industri halal, kita ingin fokus pada 4 sektor unggulan yakni makanan, busana muslim, wisata, dan keuangan syariah,”terang Teten.
Lanjutnya, ada 6 program strategis untuk mendukung pengembangan industri halal yang akan diselenggarakan hingga tahun 2024.
1. Perluasan akses pasar melalui promosi produk muslim, fashion baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tentu didalamnya adalah digitalisasi produk halal.
2. Peningkatan daya saing produk makanan dan minuman melalui sosialisasi dan fasilitasi sertifikasi halal.
3. Akselerasi pembiayaan berbasis keuangan syariah melalui penyaluran dana bergulir dengan prinsip syariah fasilitas KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah) untuk menjadi penyalur KUR dan untuk menjadi penyalur UMi (Ultra Mikro).
4. Pengembangan kapasitas manajemen halal seperti travel melalui pengembangan wellness tourism berbasis inklusif bisnis peningkatan fasilitas usaha dibidang ecotourism dan pengembangan SDM dalam pengelolaan homestay.
5. Kemudahan dan kecepatan berusaha melalui omnibus law, kebijakan afirmasi untuk perpajakan, sertifikasi produk UMKM dan diusahakan produk UMKM masuk dalam e-catalog pelayanan satu pintu.
6. Koordinasi lintas sektoral melalui strategi nasional pemberdayaan koperasi dan UMKM.
Ijin pendirian hotel dikurangi dan harus mengembangkan homestay supaya tourism bisa dinikmati oleh warga. Kalaupun dibangun hotel maka kepemilikan tanah masyarakatnya jangan dijual tapi dijadikan saham sehingga betul-betul turis memberikan dampak pada pengembangan daerah tersebut.
“Kami menekankan pada strategi kedua, pentingnya standarisasi sertifikasi produk halal yang akan menjamin akses pada pasar sekaligus keamanan produk maupun perlindungan konsumen. Karena itu, KEMENKOP UKM memfasilitasi standarisasi dan sertifikasi produk jasa kepada koperasi dan UMKM dan untuk pendaftarannya gratis. Sehingga diharapkan mampu melindungi, menjamin dan mendorong produk jasa yang dihasilkan untuk bisa masuk ke pasar lokal dan modern, termasuk juga pasar global,” jelasnya.
Teten menambahkan, bahwa kementeriannya sudah melakukan perubahan mindset dari regulator menjadi fasilitator. KEMENKOP UKM akan melakukan perubahan-perubahan fungsi. Disayangkan, sekarang ini UMKM tidak masuk dalam sistem supply sehingga produk UMKM selalu tidak bisa sustain, cukup masuk ke global value change. Karena itu, kementerian ini menghimbau kepada koperasi dan UMKM yang memanfaatkan market place agar produk-produknyanya memiliki standard mutu dan sertifikasi sesuai dengan produk yang diperdagangkan seperti ijin edar resiko, resiko rendah atau PIRT dari Dinkes, ijin edar resiko sedang atau tinggi dari BPOM, sertifikasi merk halal, ISO, SNI karena ini untuk keamanan pangan.
“Kalau kita mau masuk ke pasar global, yang saat ini sebesar 14 persen dan kita akan terus tingkatkan sampai 30 persen pada 2024, standarisasi dari negara-negara tujuan itu penting kita dapatkan. Kementerian kami akan membantu agar produk-produk UMKM bisa mendapatkan sertifikasi itu. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam pengembangan koperasi dan UMKM. Pemerintah membutuhkan sinergi, kolaborasi dan kontribusi dari berbagai elemen sosial seperti swasta, pengusaha, akademisi, asosiasi usaha maupun komunitas atau para pendamping termasuk universitas,”pungkas mantan Kepala Staf Kepresidenan Indonesia itu. (meg)