Kanal24, Malang – Mulai dari kereta jarak jauh hingga KRL, PT Kereta Api Indonesia (KAI) memastikan tiket kereta api tidak akan terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Pengumuman ini disampaikan menjelang diberlakukannya tarif baru PPN pada 1 Januari 2025.
Dalam unggahan di akun media sosial X (@keretaapikita) pada Jumat, 27 Desember 2024, KAI menulis, “Kabar Gembira! Tiket kereta tidak dikenakan PPN 12 persen.” Unggahan tersebut menjelaskan bahwa tarif kereta Public Service Obligation (PSO), seperti kereta lokal dan KRL, mendapatkan subsidi pemerintah sehingga tetap terjangkau.
“Berkat PSO, perjalanan kereta jadi aman, nyaman, dan ramah di kantong masyarakat,” tambah unggahan itu. Untuk kereta non-PSO, tarif ditentukan berdasarkan batas atas dan bawah yang telah diatur, namun tetap diklaim fleksibel dan bersahabat dengan penumpang.
Baca juga: Trik Jitu dan Mudah Dapatkan Tiket Kereta Api Murah
Selain itu, KAI menyediakan potongan harga khusus untuk lansia, disabilitas, veteran, wartawan, dan TNI/Polri melalui aplikasi resmi mereka.
Meskipun tarif tiket bebas dari PPN, warganet justru mengeluhkan kenaikan harga makanan di kereta api. Beberapa pengguna X menyindir bahwa kenaikan harga sudah terjadi lebih dulu.
“Harga teh naik 2 ribu jadi 17 ribu,” keluh seorang warganet. Komentar lain menyebutkan, “Tekwan yang biasanya 25 ribu sekarang jadi 28 ribu. Ciomy juga naik.”
Komentar-komentar ini mencerminkan keresahan masyarakat terhadap kebijakan tarif yang dinilai tidak sepenuhnya menguntungkan. Bahkan, beberapa warganet mempertanyakan logika di balik klaim bahwa bebas PPN adalah “kabar gembira.”
Sementara itu, pengamat ekonomi mengimbau Presiden Prabowo Subianto untuk menunda penerapan PPN 12 persen. Surya Vandiantara dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu menjelaskan bahwa pemerintah memiliki ruang untuk merevisi kebijakan fiskal melalui APBN Perubahan.
“Tarif PPN bisa disesuaikan melalui mekanisme APBN Perubahan, asalkan ada kemauan politik dari Presiden,” tegas Surya. Ia optimis DPR akan mendukung langkah ini, mengingat mayoritas anggota DPR berasal dari koalisi pemerintah.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, turut menyarankan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda kenaikan PPN. “Kondisi ekonomi masih lesu. Jika dipaksakan, kenaikan PPN justru bisa memperlambat pemulihan daya beli masyarakat,” ujar Esther.
Meski diberlakukan sebagai bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kenaikan PPN ini terus menuai kritik. Banyak pihak menilai kebijakan tersebut kurang tepat di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.
Dengan tiga hari tersisa hingga 1 Januari 2025, publik berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk menyeimbangkan kebijakan fiskal dan daya beli masyarakat. Sementara itu, KAI tetap berupaya menjaga tarif tiket kereta terjangkau meskipun keluhan warganet tentang kenaikan harga makanan di atas kereta terus bergulir. (nid)