Kanal24, Malang – Kebijakan pemerintah dalam mengendalikan harga komoditas pangan strategis, khususnya beras, mulai menunjukkan hasil positif. Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa penurunan harga beras di berbagai wilayah telah nyata dan pihaknya telah mengambil langkah cepat berupa pembentukan tim khusus untuk mengawal langkah lanjutan.
Produksi Melonjak dan Stok Terjaga
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional periode Januari–Desember 2025 diperkirakan mencapai sekitar 34,77 juta ton, naik sebesar 13,54 persen dibanding periode yang sama pada 2024. Selain itu, pemerintah melaporkan bahwa stok beras nasional saat ini berada dalam posisi aman, mendasari optimisme bahwa pasokan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi ini menjadi basis kuat bagi pemerintah untuk mendorong penurunan harga dan menjaga stabilitas pangan di pasar domestik.
Baca juga:
Infobank Digital Ajak Mahasiswa UB Pahami Risiko dan Bijak Kelola Uang
Penurunan Harga di Banyak Wilayah
Dari sisi harga, BPS mencatat bahwa hingga Oktober 2025 terjadi penurunan rata-rata harga beras di berbagai level pasar. Di tingkat penggilingan, harga beras turun sekitar 0,54 persen, dengan kategori premium turun 0,71 persen dan medium turun 0,46 persen. Di tingkat grosir, penurunan harga mencapai 0,18 persen, sedangkan di tingkat eceran tercatat deflasi sebesar 0,27 persen.
Secara geografis, terdapat 23 provinsi yang mencatat deflasi harga beras, tiga provinsi mengalami stabilitas harga, dan 12 provinsi lainnya masih mencatat inflasi. Tren ini menunjukkan bahwa kebijakan intervensi pemerintah melalui program stabilisasi harga mulai memberikan dampak nyata, meskipun belum merata di seluruh wilayah.
Pembentukan Tim Khusus Pengendalian Harga
Meskipun sudah terjadi tren penurunan, Amran menyebut masih terdapat 51 kabupaten/kota yang harga berasnya belum turun atau masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut, Bapanas bersama Perum BULOG membentuk tim khusus di setiap kabupaten/kota yang menjadi titik rawan agar pengawasan dapat dilakukan hingga tingkat lokal.
Tim ini diberi mandat untuk mengawal agar harga beras sesuai dengan HET di tingkat pedagang, distributor, dan pengecer. Selain itu, tim juga bertugas melakukan operasi pasar dan memperkuat distribusi melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), terutama di wilayah non-produsen seperti daerah pegunungan. Pemerintah juga berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian melalui Direktorat Kriminal Khusus, untuk menindak pelanggaran distribusi atau penimbunan yang berpotensi mengganggu stabilitas harga.
Tantangan dan Kewaspadaan
Walaupun tren positif terlihat, pemerintah tetap waspada terhadap sejumlah risiko yang dapat menghambat stabilitas harga. Di antaranya adalah masih adanya wilayah yang belum merasakan penurunan harga dan potensi disparitas regional yang cukup tinggi. Praktik penimbunan atau distribusi yang tidak merata, terutama di daerah produsen maupun wilayah terpencil, juga menjadi perhatian serius karena dapat memicu kenaikan harga yang tidak wajar.
Selain itu, faktor eksternal seperti perubahan iklim, pola musim tanam, dan kenaikan harga input produksi juga dapat berpengaruh terhadap ketersediaan pasokan di masa mendatang. Oleh karena itu, pemerintah menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dan respons cepat di lapangan untuk mengantisipasi gejolak harga yang mungkin terjadi.
Implikasi bagi Masyarakat dan Petani
Bagi masyarakat umum, terutama rumah tangga berpenghasilan rendah hingga menengah, penurunan harga beras merupakan kabar baik karena dapat meringankan beban pengeluaran sehari-hari. Sementara itu, bagi petani, pemerintah berupaya memastikan agar harga di tingkat produsen tetap layak sehingga tidak merugikan mereka.
BPS mencatat bahwa nilai tukar petani subsektor pangan (NTPP) dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan peningkatan, yang berarti tingkat kesejahteraan petani masih terjaga di tengah fluktuasi harga beras. Pemerintah berharap kebijakan stabilisasi harga dapat memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan produsen.
Langkah pembentukan tim pengendalian harga hingga ke tingkat kabupaten/kota menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keterjangkauan pangan pokok sekaligus mempertahankan ketahanan pangan nasional. Dengan kombinasi produksi yang meningkat, stok yang memadai, dan kebijakan pengawasan harga yang diperkuat, stabilitas harga beras di Indonesia semakin mendekati harapan.
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada pengawasan dan implementasi di lapangan agar dampaknya benar-benar dirasakan oleh masyarakat, dari pedagang kecil hingga rumah tangga konsumen. Pemerintah berjanji untuk terus memantau, menyesuaikan kebijakan, dan memastikan harga beras tetap stabil sebagai bagian dari upaya menjaga kesejahteraan rakyat. (nid)










