Kanal 24, Malang — Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, kembali menjadi sorotan dunia internasional usai mengumumkan kebijakan tarif impor baru terhadap negara-negara yang dianggap mendukung BRICS, sebuah blok ekonomi dan diplomatik negara-negara berkembang. Dalam pernyataannya di platform media sosial Truth Social, Trump menegaskan bahwa negara mana pun yang menyelaraskan diri dengan kebijakan BRICS yang disebutnya “anti-Amerika” akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10%, tanpa pengecualian.
“Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini,” tulis Trump pada Minggu (6/7/2025), seperti dikutip dari berbagai media internasional. Ia juga menyatakan bahwa pengiriman surat resmi yang merinci tarif dan perjanjian dagang dengan negara-negara mitra akan dimulai pada Senin, 7 Juli 2025, pukul 12.00 waktu setempat.
Baca juga:
Holiday Package Alana Hotel, Liburan All-in!
BRICS dan Kepentingan Global yang Meningkat
Langkah Trump diumumkan bersamaan dengan pertemuan puncak BRICS yang tengah berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil. BRICS, yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini telah memperluas keanggotaannya menjadi 11 negara. Tambahan anggota baru tersebut meliputi Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Iran, Ethiopia, dan Indonesia.
Blok ini dikenal aktif mendorong sistem kerjasama ekonomi yang lebih independen, termasuk dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Salah satu inisiatif penting BRICS adalah pengembangan sistem pembayaran lintas negara dengan mata uang lokal masing-masing anggota langkah yang dianggap bertentangan dengan dominasi ekonomi AS.
Dengan pengaruh BRICS yang terus menguat, langkah Trump ini dipandang sebagai respons langsung terhadap semakin solidnya kerjasama antarnegara Global South, yang mulai menantang struktur ekonomi global yang selama ini dipimpin oleh Barat.
Indonesia Ikut Terdampak
Indonesia sebagai salah satu anggota baru BRICS ikut terdampak kebijakan ini. Bahkan, menurut laporan CNBC Indonesia, sebelumnya Trump telah menyampaikan rencana pengenaan tarif impor sebesar 32% terhadap Indonesia pada April lalu. Namun keputusan tersebut ditunda hingga 9 Juli 2025, sembari menunggu hasil negosiasi lebih lanjut.
Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam posisi diplomatik yang sensitif. Di satu sisi, keanggotaan Indonesia di BRICS merupakan pengakuan atas peran strategisnya di kawasan. Namun di sisi lain, kebijakan proteksionisme dari AS dapat berdampak langsung terhadap hubungan dagang, terutama dalam sektor ekspor yang selama ini bergantung pada pasar Amerika.
Sikap Global Terhadap Kebijakan Trump
Belum ada respons resmi dari para pemimpin negara BRICS terhadap pernyataan Trump ini. Presiden Tiongkok Xi Jinping absen dalam pertemuan puncak dan mengirimkan Perdana Menteri Li Qiang sebagai wakil, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin hadir secara daring.
Pernyataan Trump juga menjadi bagian dari strategi politik yang lebih luas menjelang pemilu presiden AS. Ia dikenal sering mengusung retorika “America First” dan menerapkan pendekatan proteksionis yang menekankan keuntungan sepihak bagi ekonomi AS, bahkan jika harus melawan sekutu lama sekalipun.
Baca juga:
Malang Djadoel 2025: Lestarikan Sejarah, Bangkitkan UMKM
Apa Implikasinya bagi Mahasiswa dan Generasi Muda?
Bagi mahasiswa dan generasi muda Indonesia, dinamika seperti ini penting untuk dicermati. Kenaikan tarif impor dari AS terhadap Indonesia bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut posisi Indonesia di panggung global.
Apakah Indonesia akan tetap teguh dalam kerjasama BRICS dan memperkuat posisi Global South? Atau justru mencari jalan tengah agar tidak kehilangan akses ke pasar AS?
Selain itu, isu ini juga membuka ruang diskusi kritis tentang nasionalisme ekonomi, persaingan geopolitik, dan bagaimana negara berkembang mencari keseimbangan antara kerja sama selatan-selatan dan hubungan dengan kekuatan besar dunia. (han)