Kanal24, Malang – Di era persaingan pariwisata global, daya tarik desa wisata tidak lagi hanya bergantung pada keindahan alam semata. Inovasi dan teknologi kini menjadi kunci untuk meningkatkan pengalaman wisatawan sekaligus memperpanjang durasi kunjungan mereka. Desa wisata yang mampu memadukan potensi lokal dengan sentuhan digital diprediksi akan menjadi destinasi unggulan di masa depan.
Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB) menjawab tantangan ini dengan mengembangkan sistem digitalisasi aset wisata desa sebagai inovasi untuk meningkatkan kunjungan dan durasi tinggal wisatawan di desa wisata penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Sistem ini diuji coba pada Sabtu, (17/5/2025), di Desa Gubugklakah, Kabupaten Malang.
Ketua Tim Hibah, Susenohaji, menjelaskan bahwa digitalisasi aset wisata desa merupakan perluasan dari program sebelumnya, Digitalisasi Pohon (DIGI TREE), yang telah diterapkan di Fakultas Vokasi UB. “Kami ingin menciptakan sistem yang tidak hanya modern, tetapi juga interaktif dan atraktif bagi wisatawan, khususnya generasi Z dan Alpha,” ujarnya.
Program ini didukung Hibah Berdikari dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI. Dalam uji coba, sistem ini diterapkan pada 36 obyek wisata dan 80 titik akses di Desa Gubugklakah. Setiap aset dilengkapi media QR Code yang memungkinkan wisatawan mengakses informasi berupa teks, audio, video, dan gambar.

Uji coba melibatkan pemangku kepentingan desa, termasuk Pemerintah Desa, BUMDes, Lembaga Desa Wisata (Ladesta), Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), serta wisatawan. “Kami menerima beberapa masukan, seperti ukuran QR Code yang perlu diperbesar dan penyesuaian warna font agar lebih jelas,” terang Susenohaji. Meski demikian, ia memastikan sistem ini siap untuk soft launching pada Juni 2025 bersama Pemerintah Kabupaten Malang.
Sistem digitalisasi ini menawarkan akses informasi lima kategori aset wisata: sumber daya alam, pohon, kuliner, seni budaya, dan edukasi, serta produk UMKM. Konten yang disajikan mencakup sejarah, manfaat, dan cerita rakyat dari setiap aset. “Desainnya disusun agar menjadi media edukasi yang menarik dan komprehensif bagi wisatawan,” tambah Susenohaji.

Sementara itu, Ketua Ladesta, Purnomo Ashari, menyambut inisiatif ini dengan antusias. “Teknologi ini menjadi injeksi motivasi baru untuk membangun Desa Wisata Gubugklakah secara berkelanjutan. Kami optimis ini akan mengembalikan kejayaan desa seperti tahun 2016, ketika omzet wisata kami mencapai Rp19,2 miliar per tahun,” ungkapnya.
Purnomo juga menambahkan bahwa konten digital di ruang terbuka menjadi alat efektif untuk meningkatkan literasi budaya dan lingkungan. “Ini tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap aset desa,” katanya.
Susenohaji berharap, sistem ini menjadikan Desa Gubugklakah dan desa wisata lainnya seperti Sanankerto sebagai pionir integrasi teknologi digital dalam pariwisata. “Kami ingin desa-desa ini menjadi pusat pelatihan pengembangan teknologi digital untuk pariwisata, yang mampu mendorong pemerataan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan,” tutupnya.
Uji coba ini menjadi langkah awal penting untuk memperkuat daya saing wisata desa dalam era digital, sekaligus meningkatkan nilai edukasi bagi wisatawan.(Din)