Kanal24, Malang – Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan empat dosen menjadi guru besar lintas ilmu di Gedung Samantha Krida UB pada hari Sabtu (14/10/2023). Empat profesor yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS, IPM., Prof. Akhmad Sabarudin, S.Si., M.Sc., Dr.Sc., Prof. Ir. Cahyo Prayogo, SP., MP., Ph.D., dan Prof. Setyo Tri Wahyu, SE., M.Ec., Ph.D.
Pertama, Prof. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS, IPM. merupakan profesor bidang Ilmu Teknik Sumber Daya Air di Fakultas Teknik (FT) dan menjadi profesor aktif ke-343 di UB. Ia memaparkan orasi ilmiahnya terkait “Model Pengendalian Genangan dengan Urban Smart Solution Integrated-ecodrain (USS-Ie)”. Model ini ditujukan untuk mengendalikan genangan akibat dinamika perubahan tata guna lahan secara cerdas di perkotaan hingga Zero Run Off.
Model penanggulangan ini dilakukan secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan. Perbedaannya dengan model penanggulangan genangan yang telah ada adalah hanya secara individual treatment saja, yaitu dengan drainase konvensional.
Sementara itu, Prof. Ussy mengatakan bahwa model USS-Ie ini efektif agar Zero Run Off segera tercapai. Secara teknis, prinsip model ini adalah prinsip menyimpan air, di mana air tidak dibuang di saluran lain, tetapi ditampung atau diresapkan di dalam tanah. Namun, kelemahan model ini membutuhkan partisipasi semua pihak. Mulai dari pemerintah dan juga masyarakat.
Kedua, Prof. Akhmad Sabarudin, S.Si., M.Sc., Dr.Sc.yang merupakan profesor bidang Ilmu Kimia Analitik dan Material di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan menjadi profesor ke-344 di UB. Dalam orasi ilmiahnya, ia mengembangkan Teknologi Nanomaterial untuk Pemisahan dan Deteksi Biomolekul”. Ia memaparkan bahwa ia berhasil mengembangkan teknologi nanomaterial, yaitu monolit polimer organik nanopori dan nanopartikel logam untuk pemisahan dan deteksi biomolekul secara cepat, teliti, dan akurat.
Menurutnya, teknologi yang dikembangkan ini dapat mengurangi pemakaian jumlah bahan kimia dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit, sehingga lebih ramah lingkungan daripada teknologi pemisahan dan deteksi yang telah ada sebelumnya.
Prof. Sabarudin mengaplikasikan nanopartikel pada media kertas sebagai perangkat diagnostik cepat (PDC) untuk deteksi virus hepatitis B dan deteksi dini penyakit ginjal, keunggulan PDC ini bersifat portabel, murah, handal, dan mudah digunakan oleh masyarakat umum.
Dari penelitiannya, nanomaterial memiliki peran sangat penting dalam pengembangan teknologi di bidang kimia analitik dan dapat meningkatkan sensitivitas, selektivitas, serta akurasi metode analisis.
Nanomaterial yang diintegrasikan dengan perangkat analitik berbasis kertas membuka jalan bagi pengembangan perangkat point-of-care testing (POCT) dengan akurasi yang tinggi, mudah digunakan, harga terjangkau, sensitif, spesifik, dapat digunakan di luar laboratorium, dan bisa dilakukan oleh pasien sendiri.
Teknologi yang dikembangkan Prof. Sabarudin ini akan sangat membantu para dokter dan nakes, karena masyarakat akan dapat mengetahui kondisi kesehatannya agar dapat segera tertangani dengan data yang valid, sehingga level kesehatan di Indonesia juga akan meningkat.
Ketiga, Prof. Ir. Cahyo Prayogo, SP., MP., Ph.D. yang merupakan profesor bidang Ilmu Manajemen Sumberdaya Hutan dan Lahan di Fakultas Pertanian (FP). Ia menjadi profesor aktif ke-186 di UB dan guru pertama di bidang manajemen sumber daya kehutanan UB. Ia memaparkan orasi ilmiahnya terkait “Konsep Teknologi Cerdas ‘CLIMO 1’”, yang meliputi pemanfaatan dan pengembangan teknologi data sensor (teknologi di bumi) yang dapat merekam kondisi hutan dan lahan di atas permukaan dan pada saat ini (real time).
Melalui aplikasi ini dapat dilakukan monitoring data lapangan dari jarak jauh dengan citra satelit atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau teknologi di angkasa pada saat yang bersamaan.
Keunggulan dari teknologi ini adalah pengumpulan data yang cepat dan akurat yang mendekati kondisi aktual di lapangan. Dengan demikian, nantinya dapat mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kesalahan pengelolaan hutan dan lahan. Meski demikian, kelemahan dari teknologi ini adalah terdapat pada mahalnya infrastruktur yang harus dibangun.
Keempat, Prof. Setyo Tri Wahyudi, Se., M.Ec., Ph.D. yang merupakan profesor bidang Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan merupakan profesor aktif ke-346 UB. Dalam orasi ilmiahnya, ia menawarkan “Model IDMF sebagai Antisipasi Dampak Inflasi pada Kebijakan Penyaluran Kredit dan Persaingan”. Konsep Inflation Delusions Management Framework (IDMF) ini merupakan pengembangan dari Monetary-Policy Invariance Hypothesis yang meyakini bahwa inflasi merupakan fenomena moneter.
Prof. Setyo mengatakan bahwa IDMF sebagai bagian dari ilmu ekonomi moneter yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya persepsi yang salah atau “distorsi” mengenai inflasi”.
Keunggulan IDMF adalah memudahkan masyarakat dan pelaku ekonomi dalam membentuk persepsi mengenai inflasi secara benar sehingga memberikan dampak yang positif pada kebijakan penyaluran kredit dan persaingan.
Namun, IDMF juga memiliki kelemahan, yakni upaya mengedukasi masyarakat atau pelaku usaha dalam membuat persepsi yang benar tentang inflasi bukanlah hal yang mudah, karena beragamnya latar belakang, perilaku, maupun preferensi.
Orasi ilmiah yang dipresentasikan oleh masing-masing profesor diharapkan dapat memberikan pengalaman, wawasan, dan ilmu pengetahuan baru di dunia pendidikan dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait. (nid/suk)