Kanal24, Malang – Gerakan wakaf di Indonesia memasuki babak baru: bukan hanya wakaf tanah dan bangunan, tapi wakaf produktif berbasis kampus dan masyarakat. Dengan potensi luar biasa, wakaf produktif kini digencarkan oleh BWI sebagai instrumen strategis untuk memperkuat pembiayaan pendidikan tinggi, tanggung-jawab sosial, dan kemandirian ekonomi.
Wakil Ketua BWI, Dr. Tatang Astarudin, mengatakan bahwa wakaf uang secara khusus menjadi fokus utama karena fleksibilitasnya dan potensi pemanfaatan di sektor riil dan finansial.
“Kalau setiap kita dorong 70.000 mahasiswa ber-wakaf uang, bahkan Rp1.000 atau Rp10.000 pun bisa. Wakaf uang ini mendorong sektor riil—UMKM—dan sektor finansial melalui dana abadi kampus,” ujar Dr. Tatang dalam konferensi pers agenda Waqf Goes to Campus 2025 (20/10/2025)
Baca juga : BWI Gandeng UB Dorong Gerakan Wakaf Produktif di Kampus
Dr. Tatang menjelaskan bahwa Indonesia telah mencatat sekitar 450 ribu objek wakaf tanah, namun sebagian besar belum terdokumentasi atau dimanfaatkan produktif. Ia menyebut bahwa kampus dapat menjadi “ekosistem wakaf” di mana nazhir (pengelola wakaf) tidak hanya mengelola tanah atau bangunan, tapi juga unit-unit bisnis yang mendukung pesantren, pendidikan, dan lembaga sosial.
“Kampus bisa jadi mitra strategis, karena masyarakat terdidik dan melek teknologi berada di sana. Kami punya strategi helix kolaborasi: pemerintah-masyarakat-industri-kampus-media,” imbuhnya.

Kampus dan Dana Abadi: Ujung Tombak Wakaf Pendidikan
Universitas Brawijaya mendukung penuh gerakan ini. Rektor UB, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., menyampaikan bahwa meskipun potensi wakaf sangat tinggi, perlu ada peningkatan animo dan persepsi masyarakat terhadap wakaf produktif.
“Wakaf produktif ini harus terus dimotivasi agar masyarakat senang berpartisipasi. Perguruan tinggi ingin terus melakukan riset dan kajian bagaimana memotivasi setiap orang untuk mau dan bahagia berwakaf,” ujarnya.
Baca juga : UB Ajukan Legalitas Nazir Wakaf dan Jalin Kolaborasi dengan TV One
Menurut Prof. Widodo, wakaf produktif bukan sekadar soal aset atau bangunan, tapi soal menghasilkan manfaat nyata, terutama dalam pendidikan, riset, dan kesejahteraan umat. UB menempatkan dana abadi pendidikan sebagai bagian krusial dari strategi penguatan institusi dan akses pendidikan inklusif.
Peluang Wakaf Produktif
Dari penjelasan BWI, ada tiga tantangan utama dalam pengembangan wakaf produktif: regulasi yang belum sepenuhnya adaptif terhadap dinamika digital, literasi publik tentang wakaf yang masih terbatas, dan kapasitas nazhir yang belum optimal.
“Regulasi wakaf kita sudah lama. Literasi masih soal masyarakat memahami wakaf hanya untuk masjid. Padahal sekarang wakaf bisa untuk pendidikan, konservasi lingkungan, dan agenda sosial lainnya,” terang Dr. Tatang.

Ia menegaskan bahwa wakaf bukan hanya instrumen amal, tetapi solusi kebangsaan dan kemanusiaan. Dengan potensi wakaf uang nasional mencapai sekitar Rp 181 triliun, dan 20 % di antaranya berpotensi dari Jawa Timur (~Rp 36 triliun), maka peran kampus sangat strategis.
Melalui pendekatan ini, kampus-kampus diharapkan tidak hanya menjadi tempat pengajaran, tapi juga agen wakaf produktif: mulai dari syiar literasi wakaf, partisipasi mahasiswa dalam pengelolaan wakaf, hingga riset dan pengabdian masyarakat berbasis wakaf.
BWI bersama perguruan tinggi memiliki agenda konkret: pelatihan nazhir, sertifikasi wakaf, riset bersama, KKN tematik wakaf, hingga pendampingan sertifikasi tanah wakaf di pesantren. Kampus seperti UB dijadikan pilot project untuk mengintegrasikan wakaf dalam kurikulum, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Pada akhirnya, gerakan wakaf produktif yang digalang oleh BWI dan kampus-kampus ini diharapkan memperkuat pendidikan tinggi Indonesia: mandiri secara pendanaan, inklusif secara akses, dan unggul secara kualitas. Wakaf bukan sekadar sedekah satu-kali—ia menjadi investasi berkelanjutan untuk generasi masa depan.(Din)










