Kanal24, Malang – Perkembangan digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia semakin pesat dengan hadirnya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Meski memberi kemudahan bagi masyarakat, tetap ada celah yang berpotensi dimanfaatkan oknum nakal. Hal ini disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta, dalam Konferensi Pers RDG September 2025 pada Rabu (17/9/2025).
Filianingsih menjelaskan, praktik kecurangan bisa dilakukan baik dari sisi pedagang maupun konsumen. Dari sisi pedagang, kasus yang kerap terjadi adalah penggunaan QR milik orang lain, bukan QR resmi pedagang itu sendiri. Konsumen yang tidak teliti dapat salah memindai sehingga dana masuk ke rekening yang tidak seharusnya. “Saat ini memang tidak ada transaksi dengan QR palsu, tetapi bisa terjadi jika pedagang menampilkan QR orang lain. Akibatnya, pembeli bisa saja salah menscane,” terangnya.
Baca juga:
Pasar Murah Dorong UMKM dan Kendalikan Harga
Sementara itu, kecurangan juga bisa datang dari konsumen. Salah satu modus yang dilaporkan adalah penggunaan bukti transfer palsu. Konsumen menunjukkan bukti pembayaran seolah-olah transaksi sudah berhasil, padahal dana belum masuk. “Sebaliknya, pedagang juga bisa tertipu jika pembelinya nakal. Biasanya, pedagang akan langsung percaya pada bukti transfer, padahal notifikasi resmi dari sistem pembayaran belum diterima,” tambah Filianingsih.

Pentingnya Kehati-hatian dalam Transaksi
Untuk mencegah kerugian, baik pedagang maupun pembeli dituntut lebih teliti ketika menggunakan QRIS. Langkah sederhana seperti memeriksa detail nama penerima, jumlah pembayaran, serta menunggu notifikasi resmi sangat penting dilakukan. “Pembeli atau pengguna harus memperhatikan apakah benar namanya, apakah benar barang dan harga yang dibayar sesuai,” ujar Filianingsih menegaskan.
Kebiasaan masyarakat yang terburu-buru dalam bertransaksi sering kali dimanfaatkan oleh oknum. Padahal, sistem QRIS sudah dilengkapi dengan notifikasi resmi sebagai penanda bahwa dana benar-benar masuk ke rekening tujuan. Dengan membiasakan diri untuk melakukan pengecekan, potensi penipuan dapat ditekan.
Kehati-hatian ini berlaku dua arah. Konsumen diharapkan tidak sembarangan melakukan pemindaian tanpa mengecek data penerima, sedangkan pedagang diminta tidak hanya bergantung pada bukti transfer visual, melainkan menunggu konfirmasi resmi dari aplikasi atau bank.
Tanggung Jawab Bersama Jaga Keamanan
Menurut Filianingsih, keamanan sistem pembayaran digital seperti QRIS tidak hanya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia atau penyedia layanan pembayaran. Seluruh pihak, mulai dari pedagang, pembeli, hingga pelaku industri, memiliki peran untuk menjaga ekosistem tetap aman.
Ia menekankan pentingnya edukasi literasi digital. Pemahaman masyarakat yang baik akan cara bertransaksi secara aman diyakini dapat mengurangi risiko. “Edukasi ini tugas kita semua. QRIS sudah menjadi pilihan utama transaksi ritel, sehingga pedagang, pembeli, otoritas, dan industri harus sama-sama bertanggung jawab menjaga keamanannya,” jelasnya.
Dengan semakin meluasnya penggunaan QRIS, literasi digital menjadi kebutuhan mendesak. Konsumen dan pedagang perlu dibekali pengetahuan sederhana, seperti cara membedakan QR resmi, cara mengecek notifikasi, hingga langkah melaporkan jika terjadi kecurangan. Semakin tinggi tingkat literasi, semakin besar pula kepercayaan masyarakat pada sistem pembayaran digital.
Pertumbuhan Penggunaan QRIS Terus Meningkat
Meski ada celah kecurangan, data menunjukkan bahwa QRIS semakin dipercaya oleh masyarakat. Hingga Agustus 2025, jumlah merchant yang menggunakan QRIS telah mencapai 40 juta, atau setara 113 persen dari target tahun ini. Dari angka tersebut, sekitar 93 persen merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dari sisi nilai transaksi, penggunaan QRIS juga mencatatkan capaian signifikan. Total transaksi telah menembus Rp 8,86 miliar atau 136 persen dari target tahunan. Jumlah pengguna juga meningkat pesat, dengan 57,6 juta orang aktif memanfaatkan QRIS dalam kehidupan sehari-hari. Angka ini mencerminkan 85 persen dari target yang telah ditetapkan.
Capaian tersebut menunjukkan bahwa QRIS berhasil menjadi tulang punggung pembayaran digital ritel di Indonesia. Kepraktisan, biaya rendah, dan kemudahan penggunaan menjadi alasan utama masyarakat beralih dari metode tunai maupun transfer konvensional. Namun, agar pertumbuhan ini tidak terhambat, aspek keamanan harus terus diperkuat.
Baca juga:
Indonesia di Persimpangan IMF dan BRICS: Pilihan Berani atau Risiko Baru?
Qris Membawa Perubahan Besar
QRIS telah membawa perubahan besar dalam perilaku transaksi masyarakat. Namun, seperti halnya teknologi digital lainnya, sistem ini tidak sepenuhnya bebas dari risiko. Dengan mengedepankan kehati-hatian, meningkatkan literasi digital, dan melibatkan semua pihak dalam menjaga keamanan, kepercayaan publik terhadap QRIS dapat semakin kokoh.
“QRIS sudah menjadi pilihan utama masyarakat untuk transaksi ritel. Kalau kita semua sama-sama bertanggung jawab, maka sistem ini akan semakin kuat dan aman digunakan,” pungkas Filianingsih. (nid)