KANAL24, Jakarta – Kontribusi industri pengolahan sawit sepanjang tahun 2021 terhadap total ekspor non migas mencapai sebesar 17,6 persen. Volume ekspor produk sawit mencapai 40,31 juta ton dengan nilai ekspor USD35,79 miliar, atau meningkat sebesar 56,63 persen dari nilai ekspor tahun 2020.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa industri pengolahan sawit selama ini menjadi salah satu sektor unggulan yang menopang perekonomian nasional. Selain itu, industri pengolahan sawit merupakan sektor padat karya, yang telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 4,20 juta orang dan pekerja tidak langsung hingga 12 juta orang.
“Peran penting lainnya, industri sawit juga turut menciptakan kemandirian energi melalui biodiesel sehingga menghemat devisa dan berdampak positif terhadap lingkungan,” kata Febri, Senin (14/3/2022).
Program mandatory biodiesel ini juga konsisten dijalankan karena berdampak positif bagi perekonomian. Sepanjang tahun 2021, program B30 berdampak pada pengurangan impor BBM Diesel sebesar 9,02 juta kiloliter. Ini artinya menghemat devisa sekitar USD4,54 miliar atau Rp.64,45 Trilliun.
Program B30 juga mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 24,4 juta ton setara CO2. Di samping itu, dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat signifikan dari 20 persen di tahun 2010 menjadi 80 persen pada 2020.
“Hal ini sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 13 Tahun 2010,” ujarnya.
Bahkan, saat ini terdapat 168 jenis produk hilir CPO yang telah mampu diproduksi oleh industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME . Pada tahun 2011 silam, hanya ada 54 jenis produk hilir CPO.(sdk)